33

28 1 0
                                    

"Hoaaammm..."

Gue menggaruk pipi dan bangun dari tempat tidur, sebelum itu gue benerin dulu selimut yang membungkus tubuh Huma. Jangan berpikiran aneh-aneh dulu kalian, tapi gak papa sih kalau aneh-anehpun kita kan suami istri.

Ape? Sirik lu pada heh?

Jangan emosi, tahan-tahan.

Emang jomlo tuh kadang-kadang agak sensi kalau di senggol dikit.

"Hadeh, bentar lagi lah gue banguninnya. Kira-kira kita sarapan- eh?" gue terdiam setelah menutup pintu kamar.

"Hallo Harvis!" sapanya.

Gue mengedipkan mata.

Heh?

"Owh, jadi ini cowok yang kamu ceritain itu ya?"

"Iya Pih, gantengkan? Dia juga humoris orangnya."

"Ganteng," jawab salah satunya yang lain.

"Iya kan Mih, aku bilang juga apa. Orangnya emang ganteng."

"Kalau begitu kita tinggal siapkan tempat lamaran."

"Mami mau telpon butik dulu."

Bentar-bentar, Mereka siapa nyetttt?!!

"Woy, kalian siapa?!" heboh gue saat mereka akan menelpon seseorang.

Kenapa mereka bisa ada disini?

Ini apartemen gue loh, bukan nyewa ataupun nyicil. Ini bener-bener aset pribadi yang gue beli dan mereka bisa sembarangan masuk? Bagaimana bisa?

Tapi yang paling penting adalah siapa mereka?!

Ya walau gue kenal salah satunya.

"Ini mami dan papi aku, Vis."

Si Huma KW ini memperkenalkan kedua orang itu dengan santai. Ya, orang inilah yang gue maksud kenal.

Lah apa urusannya sama gue? Mau mereka tukang kebun dirumah elu pun, gue kaga peduli sumpah!

"Ada keperluan apa kalian ke sini?"

"Kami mau melamar kamu, untuk putri kami-"

Wah Njing, dah gilaaa!

Pisikopat nih keluarga!

"Gak bisa, maaf sepertinya kalian salah orang."

Keluarga itu saling tatap.

"Enggak pih, ini Harvis yang aku ceritain."

Gue menggeram kesal. "Saya gak suka ya orang sembarangan masuk begini, saya masih sopan untuk membiarkan kalian keluar sendiri. Saat ini saya tidak bisa menerima tamu, kalian tau dimana pintu keluarnya bukan."

Mami Huma KW menghela nafas, "Maafkan kami nak Harvis, tapi kami benar-benar ingin kamu menjadi tunangan anak kami."

Gak bakal selesai ini, gue harus telpon Warna keknya.

"Gak bisa Tante, saya sudah punya istri dan akan memiliki anak sebentar lagi. Demi ketenangan kandungan istri saya, bisakan kalian pergi dari sini."

Ini satu keluarga kaga peka apa emang tolol semua.

Ya Tuhan, maafkan Harvis yang imut ini karena telah mengatai orang tua. Tapi seriusan mereka pengen gue kata-katain bawaannya.

"Secara garis besar kami memang tau semua ini. Kami tidak masalah jika putri tercinta kami menjadi yang kedua, tapi jika Harvis mau menceraikan istri yang sekarang malah lebih bagus, soal anak bisa kan di bicarakan nanti."

HuHeHaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang