26 Afaah tuyulnya ada 3???

61 3 5
                                    

Gue mengelus-ngelus perut Huma pelan, sesekali gue ajak ngobrol si tuyul dalam sana. Huma ikut tertawa saat pembicaraan gue semakin absurd.

"Lu cewek apa cowok sih? Tapi gak masalah deh apa aja, asal jangan boty."

"Lu tau gak? Nanti kalau lu lahir harus nurut sama gue ya, bapak lo ini butuh usaha besar agar kita menjadi keluarga rambutan!"

"Sehat-sehat di dalam perut mommy lu, nanti kalau udah brojol gue ajak keliling... eh tunggu gue punya duit banyak dulu, biar kita bisa jalan-jalan jauh nanti," kata gue lalu terkekeh geli.

Huma juga ikut tertawa kecil.

"Yul, nanti kalau lu lahir gue mau elu mirip sama ibu lu ya, harus!"

"Yul?" tanya Huma heran.

Gue meringis dan mendangah menatapnya.

"Jangan marah ya yank, gue manggil anak kita tuyul."

Huma melotot sama gue. "Jangan gitu!"

Gue meringis, mengiyakan saja tetapi tidak berjanji iya ataupun tidak.

"Harvis," panggilnya.

"Apa beb?"

"Kita kapan kerumah Mamah?"

Seketika tubuh gue menegang.

Sebenernya bisa aja gue bawa Huma kesana kapanpun, tapi gue masih ngeri aja sama mereka. Santai anjir, gue cuman mau menyiapkan mental.

Bukan gue gak tau mereka memborbardir gue karena pernyataan ambigu waktu itu. Bukan gak atau juga kadang gue coba dihubungi oleh dua kunyuk. Sebenernya gue sadar, gua bahkan sering lihat ponsel gue yang lama.

Hanya mencari tau siapa saja yang mencoba menghubungi, dari si paca-eh udah putus juga ada.

Singkatnya, gue emang ganti hp. Dan ya di hp baru cuman ada game sama WA nomor baru aja. Kuliah gue gimana? Hehee... gue ikut ambil cuti sama Huma. Tugas mah urusan nanti, tau selesai aja udah.

"Gue mau siapin mental dulu," jawab gue.

"Kapan??"

Gue menghela nafas.

Biarkan gue berpikir sebentar-

"Oke besok, nanti gue bilang kita akan datang!"

Huma mengangguk setuju, gue tiduran lagi sambil meluk perut Huma.

Huma mengelus-ngelus rambut gue. Entah kenapa rasanya menenangkan, gue suka Huma melakukan itu. Terlebih lagi posisi tiduran seperti ini.

"Kita akan tinggal di apartemen ini, yang itu udah gue sewain."

"Iya."

"Lo gak masalah kan Huma kalau kita pindah di sini?"

Huma menggeleng.

"Enggak, kenapa?"

"Ya soalnya tempat ini lebih kecil dan sempit, takutnya elu gak nyaman. Kamar aja cuman ada satu."

Huma mengangguk.

"Gue sebenernya gak mau ini tapi Huma, kita harus pindah untuk memulai awal yang baru. Gue gak tau elu trauma apa enggak, gua gak mau kehidupan kita diganggu oleh masalalu lagi."

Huma diam.

"Ya, si Putri masih sering datang ke apartemen kita yang lama. Gak masalahkan kalau kita tinggal disini?"

Huma mengangguk. "Iya," jawabnya.

Gue tersenyum.

@@@

HuHeHaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang