35 END

59 2 0
                                    

"Mah tolong Abang atuh ah, masa gak boleh ketemu sama Huma."

"Dih, itu sih derita lo!"

"Mamah jahat ih, ini anak sendiri loh!"

"Gak peduli gua, ganggu orang lagi masak aja sih!"

"Mamah, abang kangen Huma, mah!" rengek gue.

"Seriusan?"

"Iya!"

"Ya udah mamah juga serius," kata emak gue di balik sambungan sana.

Gue mengerutkan dahi heran.

"Serius mau bantu Harvis?" tanya gue lalu tersenyum.

"Serius enggak peduli!"

Tuttt... tutttt... tuuttt...

Dan sejak itu senyum gue menjadi pulsa.

"Kambing, sabar Vis. Orang sabar tete istrinya besar," kata gue meyakinkan diri sendiri.

Gue menatap sendu rumah besar keluarga Ownell ini. Sebenernya sih gak ada apa-apa, tapi lu semua harus tau. Gegaraa si babi Warna cerita yang enggak-enggak soal hubungan gue sama Huma-kejadian lalu, dan emang dasarnya aja otak di Hima ini licik.

Sebenernya Warna cuman keceplosan, tapi sisanya Huma KW itu yang cari tau.

Bahkan dia sampai nyewa orang!

Lu bayangin, nyewa orang cuman buat mastiin kejadian waktu itu. Bukannya apa-apa, sekarang tuh si Hima ini malah kek lebih bucin ke istri gue.

Selalu aja dia intilin kemana Huma pergi, bahkan dengan terang-terangan Hima dan Papi Hektar memonopoli Hima. Itutuh sebelum mereka tau kejadian masa lalu gue sama Huma alias kejadian waktu awal-awal baru nikah lah.

"Aduh yang udah gak terancam pisah, enak dong ya sekarang gak ada masalah lagi."

"Bacot ah!" kata gue lalu kembali menyuapi Huma nasi goreng.

"Hahahaaa... 2 kali lu hampir cerai, untung yang terakhir gak jadi drama ya."

Dengan santainya Warna duduk dan meminum es kopinya.

"Gue tuh sekarang udah bucin parah, bisa gila kalau pisah sama bini secantik Huma ini."

Gue menghapus bercak minyak yang ada di sisi bibir Huma dengan tisyu.

"Loh, bukannya Harvis hampir pisah sama Kakak waktu disuruh Papi, emang sebelumnya juga pernah ya?" Hima yang sejak tadi nyimak bersuara.

Nah, nah, itulah awal dari segala awal kejadian yang buat gue setengah mampus seperti sekarang. Gue juga gak tau kenapa dia bisa sejeli itu, padahal sebelum-sebelumnya dia orang yang lola (Bego) banget keliatannya.

"Itu cuman kejadian lama, udah gak usah di ungkit lagi," kata Warna yang gue dan Huma iyakan. Emang bener kan? Itu udah termasuk kesepakatan bersama juga buat kaga ungkit-ungkit lagi.

Ya walau kadang si bangsat Warna masih sering ngegoda gue pakek gituan. Kayaknya dia trauma deh, sampai pembicaraan terakhir ini, belum ada tuh dia ungkit-ungkit.

"Ya udah kalau gak mau kasih tau, biar HIma cari sendiri!"

Gue kira abis itu masalah selesai, tapi ya tidak bestiiiii...

Tidak semudah itu. Seminggu kemudian, Huma di bawa keluarganya secara paksa, sedikit drama dan akhirnya gue kaga bisa ketemu. Bahkan kalau mau telpon saja harus diam-diam, ketahuan ya langsung dimatiin.

Gimana kalau dikampus? Kandungan Huma udah gede cok, gue minta untuk ambil cuti dulu.

Ah gue belum kasih tau ya, kalau sebenernya-

HuHeHaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang