Author POV
Beberapa orang akan terlahir dengan masalahnya masing-masing. Jika di buat garis besar, mungkin saja; kesehatan, jodoh, tahta, dan keluarga dan sebagaian masalah lainnya. Tidak semuanya mencukupi, orang yang sudah memiliki segalanyapun kadang tidak merasakan bahagia mamiliki apa yang dia punya.
Manusia itu serakah, tamak dan tidak merasa puas. Memang beberapa ada yang tidak, tapi sebelum itu bukankah mereka harus melalui semua ujian yang mereka dapatkan.
Manusia dengan masalah mereka.
Orang sukses bilang takdir itu bisa dibuat, kalau diam saja mana mungkin bisa memiliki yang kamu inginkan? Itu kata mereka yang berusaha. Bagaimana dengan orang yang terlahir memiliki segalanya yang dia mau, dia bisa berpikir kesusahan orang tapi belum tentu bisa menjadi orang susah.
Memulai dari nol itu kadang menakutkan, tapi tidak semenakutkan itu. Penulis ini bukan orang yang dewasa, maaf jika ada kekeliruan. Hehee... yang sadar mungkin tau ini buat nambah durasi.
Sebagai tambahan, manusia juga lahir dengan sinar milik mereka sendiri.
"Rumah lo sering bocor??" tanya Harvis menatap beberapa ember dengan tetesan yang masih belum reda dari langit-langit rumah.
"Kayaknya sih ada yang lepas gentingnya di atas, nanti gue naik deh. Padahal kemaren-kemaren enggak," katanya menggerutu.
Harvis masih terlihat tetarik.
"Naik ke atap??"
Warna berhenti sejenak mengepel lantainya dan menatap Harvis.
"Menurut ngana?? Ya genting ada di atas, ngapain gue gali tanah."
Harvis tertawa, "Sering lu begitu??"
"Lo kira gue monyet, ya gue ke atap kalau ada perbaikan atau tetangga sini minta tolong benerin punya mereka. Lumayan cuan."
"Emang gede bayarannya?"
Warna duduk dekat Harvis, dia sudah selesai mengepel area yang terciprat air hujan.
"Sekedar beli nasi padang sepuluh ribu sih udah alhamdulilah menurut gue."
"Iya sih lumayan."
Setelahnya kedua dilanda keheningan dan hanya menyisakan suara air yang mentes.
"Lu orang kaya Vis, mana tau kerjaan kecil aja berharga bagi orang melarat kaya gue."
Harvis tertawa canggung, baru saja dia akan bicara lagi. Seseorang menghentikan obrolan keduanya.
"Warna," panggilnya.
Warna dan Harvis menoleh.
"Kenapa Hum??"
"Aku mau rujak," katanya pelan.
Warna tersenyum senang, Harvis terlihat masih tidak mengerti harus merespon apa. Terlebih hatinya langsung meronta saat mendengar pembicaraan keduanya.
"Kamu ngidamm??" tanya Warna dia mendekat Huma dan menuntunnya pada sebuah kursi ranjang.
Huma duduk disana tak mau menatap Harvis yang jelas-jelas ada di depannya. Harvis duduk dibangku cor buatan yang bertugas menjadi pagar rumah itu juga.
Interaksi keduanya tidak luput dari mata hitam kelam itu.
"Gak tau, tapi kepikiran."
Warna bersorak lagi. "Liat Nyet, anak lo mulai bereaksi!" serunya pada Harvis.
Lelaki itu menggaruk tengkuknya, jelas sekali Warna belum merasakan aura canggung keduanya.
Bahkan dengan terang-terangan Warna telihat sedang berpikir mau beli dimana makanan yang diinginkan sang keponakan. Tidak repot bertanya atau menyuruh Harvis yang membelinya. Tentu saja, Harvis selaku bapak dari jabang tuyul itu yang seharusnya paling direporkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HuHeHa
Romansanote : * Pasangan Tsundere 1 * bukan fanfiction * Humor dan ada bumbu dewasa 🔞 Hubungan mereka tidak cacat! Tidak diterpa angin plakor bohay nan sexy manapun dan bahkan tidak di sangka-sangka oleh siapapun. karena yang cac...