23

58 2 1
                                    

Emang pada dasarnya sifat manusia itu gak jauh dari ambil kesempatan dalam kesempitan atau sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Itu kata juga sering gue terapin kadang, tapi agaknya gue sedikit syok kalau ada yang pake itu buat ambil keuntungan dari gue.

Oke, bisa dibilang itu karma tapi tetep aja hati meronta tidak terima!

Awalnya gue kira semua akan berjalan normal. Tapi tidak sesuai ekspektasi gue! Bener-bener menguras emosi emang.

Bukan soal Huma dan acara minta maaf gue, bukan!

Emang dasarnya licik si Warna, memanfaatkan gue yang emang lagi butuh bantuan dia. Kalau bukan soal nyari istri dan anak-entah dia sembunyikan dimana, gue sih ogah masuk circle dia!

Yups, gak main-main udah hampir malam ketiga gue temenin dia berdagang. Pekerjaannya gak ribet kok, gue cuman jadi yang bungkusin sama kasir.

"Sebenernya udah dari lama gue mau tanya ini," kata gue seraya membentuk kardus agar kotak, sengaja gue rangkai beberapa biar mudah tinggal dipakai.

"Tanya apa??"

Gue melirik dia yang sibuk menabur toping.

Melihat itu gue ambil 1 kotak khusus martabak manis dan memberikannya. Gue menghela nafas, walau gak susah-susah banget, kebayang gak sih kakunya gue pas pertama.

Jangan ditanya, gue bahkan hampir menjatuhkan kantong martabak yang ada isinya.

Ganti rugi sih gak seberapa, tapi kasian juga si Warna yang udah capek-capek buat, belum lagi itu sama saja buang-buang makanan.

"Lo kerja sendirian??"

Dia terdiam sebentar, "Sempet ada yang melamar buat kerja, cuman gak lama mereka berhenti. Lagipula gak sampai keteteran." Dia terllihat enggan membahas lebih.

Gue mengangguk.

"Lo galak kali, makanya mereka malas kerja sama lo!"

Dia tertawa kecil, "Mungkin kalau alasannya seperti itu gak masalah."

Gue menatap dia, dia memberikan martabak yang sudah dimasukan. Gue mengambilnya dengan batin yang masih bergejolak. Jujur, perkataannya buat gue mikir tapi gue gak mau maksa takutnya itu bakal jadi masalah pribadinya.

"Nih Mas uangnya, makasih ya!"

"Sama-sama ibu."

Gue tersenyum dan menaruh uang di laci grobak.

"Mandiri banget lu, tapi kalau misalnya lagi rame gimana??"

"Gue minta bantuan temen kontrakan, kalau dia lagi libur atau gak apelin pacarnya. Lagipula akhir-akhir ini karena ada pasangan suami istri yang mau bantu gue sih," katanya buat gue mikir.

Suami istri??

Siapa- anjing emang si Warna!

Dia tertawa saat lihat wajah kesal gue.

"Sial-"

"Vis bahasa lo!" peringatnya sambil memberikan kode kepada pelanggan.

Gue menghela nafas, "Awas lo nanti," kata gue penuh ancaman.

Hening sebentar.

"Sebenernya gue masih kepo sih sama 'alasan' yang lo bilang tadi, tapi kalau lo gak mau cerita-"

"Karena pekerjaan gue yang satunya, beberapa terang-terangan mengatakan keluar karena itu atau mungkin yang lebih parah kena terror." Dia memotong.

Gue mengerutkan dahi, "Teror gimana?! Sebentar, kok mereka bisa tau??"

HuHeHaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang