11 - Azar Marah

2.2K 73 1
                                        

Menjadi seorang yang tidak peduli bukan berarti aku tak pernah memperhatikanmu dari jauh—Azardian Pamungkas

•••

Kurang lebih dua jam lamanya Leo menunggu gadis itu sadar dari pingsannya. Melihat keadaannya yang seperti itu membuat Leo tidak tega. Sebenarnya Leo sangat ingin membawanya ke rumah sakit. Namun gadis itu pernah berpesan kepadanya, jika ada sesuatu terjadi pada dirinya, jangan sampai Leo atau orang lain membawanya ke rumah sakit. Sungguh gadis itu benci dengan tempat tersebut.

Darah yang mengalir keluar kini sudah mengering. Hanya saja bekasnya ada yang sulit dihilangkan. Leo mengacak-acak rambutnya frustasi. Ini salahnya. Jika saja Leo datang lebih awal mungkin keadaannya tidak seburuk ini.

Leo bertekad untuk menjaga gadis itu sampai benar-benar pulih. Tentunya tanpa campur tangan orang lain.

Perlahan kedua kelopak mata cantik itu terbuka sedikit demi sedikit untuk menyesuaikan cahaya. Leo tersentak dan langsung mendekati gadis itu.

"Sya?" panggil Leo dengan nada lembut. "Lo udah sadar?"

Nasya melihat sekelilingnya dengan tatapan heran. Perasaan terakhir ia masih di rooftop sekolah. Lalu sekarang? Ia sudah dikamarnya, bersama Leo pula. Ia beringsut duduk sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit. Ia sendiri lupa dengan apa yang terakhir kali terjadi padanya hingga keadaannya seperti ini. Mengenaskan sekali, pikirnya.

"Gue kenapa, Yo?" tanya Nasya.

"Ada yang sakit? Kalau iya, mending kita ke rumah sakit. Gue takut banget sampai lo kenapa-napa, Sya." jawab Leo seperti menutupi sesuatu.

"Rasanya agak sakit. Tapi lo tau nggak gue kenapa?" Nasya mengulang kembali pertanyaannya. Karena jawaban Leo tadi sama sekali tidak ia pahami.

"Maafin gue, Sya. Gara-gara gue, lo jadi kayak gini," Leo menggenggam tangan Nasya, sangat tulus.

"Udah, Yo. Gue gapapa kok. Lagian bukan salah lo. Gue aja yang gampang percaya," Nasya tersenyum tipis. Ya, dirinya sedang berbohong pada Leo saat ini. Nasya hanya tak ingin Leo semakin mengkhawatirkan keadaannya.

"Jadi? Azar nggak ada disana?"

Nasya menggeleng, "enggak, Yo. Karena yang gue dengar waktu datang kesana bukan suara cowok. Jangan marah sama Azar, karena bisa aja gue dijebak."

Jujur saja Nasya sangat khawatir jika terjadi keributan antara Leo dengan Azar. Karena Nasya tahu dari sorot mata Leo yang menyembunyikan amarah besar di dalamnya. Hanya saja Leo menahannya sebab masih ada Nasya di depannya.

"Kalau beneran dijebak dan pelakunya bukan Azar, gue akan tetap cari orang itu. Mau dia cewek sekalipun, bakalan gue kasih pelajaran."

Nasya menggeleng keras dengan tatapan memohon kepada Leo. "Please, jangan lakuin itu. Gue takut kalau lo terluka, Yo."

"Sya, gue cowok. Nggak perlu lo khawatirin. Gue bisa jaga diri, yang terpenting itu keselamatan lo."

Leo tersenyum penuh ketulusan dan Nasya sangat merasakannya. Nasya sangat beruntung mendapatkan sahabat sepertinya. Ya Tuhan, semoga tidak ada pengkhianatan dalam persahabatan mereka. Nasya selalu berharap seperti itu.

"Mobil gue dimana, Yo?" tanya Nasya.

"Tenang aja, ada kok di garasi rumah lo. Tadi gue bawa lo pulang pake itu. Terus soal motor, gue tinggal di sekolah. Sebelumnya sorry gue lancang ambil kunci mobil lo, Sya." jawab Leo jujur.

"Terus motor lo?"

"Udah dibawa sama Zafar, tadi gue minta tolong sama dia."

•••

NASYA STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang