Bagian hidup dengan kepingan yang sangat hancur adalah diriku yang tak bisa melihatnya lagi. Sebab, adik kecilku telah pergi, meninggalkan kami semua tanpa kata perpisahan sedikit saja—Rifkal Algio Stefano
•••
Play music : Kamu dan Kenangan - Shanna Shannon
Kabar kematian Nasya telah menyebar luas ke seluruh penjuru SMA Pelita. Tidak ada yang menyangka, jika siswi cerdas nan berbakat itu meninggalkan mereka secepat ini. Beberapa dewan guru pagi ini menyempatkan untuk melihat terakhir kali siswi terbaik di sekolah.
Yang paling penting adalah, wali kelas serta kepala sekolah.
Di depan rumah besar nan mewah itu terdapat bendera kuning. Banyak anggota keluarga telah berdatangan, serta rekan kerja Adif maupun Helen yang turut mengucapkan bela sungkawa.
Dengan hati yang begitu hancur Helen mencium kening Nasya untuk terakhir kali sebelum gadis itu dikafani. Jangan tanyakan bagaimana perasaan Adif, Rifkal, dan Darel. Mereka betul-betul ada dalam sebuah titik terendah hidup.
Ketika jenazah dibawa ke ruang tamu, tangisan para kerabat pun pecah. Termasuk Asma, wanita tua itu menyesal telah membenci cucunya yang tak tahu apa-apa. Kini, mereka semua telah kehilangan gadis yang selama ini tak pernah nampak dalam keluarganya.
Saat wajah Nasya hendak ditutup, Helen berteriak histeris. "Nasya, bilang sama Mama, kamu nggak meninggal sungguhan 'kan? Ayo, nak, bangun! Nasya, kamu dengar Mama nggak, sih?" jerit Helen frustasi.
Rifkal merengkuh tubuh sang Mama. Menguatkan segala kehancuran pada dirinya. "Ma, jangan kayak gini..." ujar Rifkal menatap Helen cukup dalam.
"Mama harus ikhlasin kakak," sambung Darel sambil menghapus jejak air matanya.
Kata penyesalan seakan tak berguna lagi. Untuk apa? Beribu tetes air mata pun takkan bisa mengganti kesedihan yang dilalui Nasya secara perlahan.
Begitu pula dengan Azar, lelaki itu terdiam menyembunyikan tangis. Dadanya sesak ketika melihat wajah pucat itu telah tertutup kain kafan.
Sedangkan Lala dan Selli tak berhenti menangis sejak semalam. Mereka tak mengerti dengan takdir. Sungguh keji sekali. Bagaimana bisa mereka dipisahkan dengan seorang sahabat seperti Nasya? Mereka tak akan rela.
Pak Ihsan, Bu Darmi, dan beberapa siswa datang sebagai penghormatan terakhir. Mereka menyerahkan setumpuk sertifikat, medali, serta banyaknya piala. Itu semua atas prestasi Nasya yang jarang diketahui banyak orang, termasuk keluarganya sendiri.
"Kedatangan kami kesini untuk menyerahkan sebuah tanda prestasi yang telah ditorehkan Nasya," kata Bu Darmi di depan Adif dan juga Helen.
Helen berdiri dengan gelengan kepala. Apa maksud wanita paruh baya ini?
"Anda kalau terlalu banyak basa-basi, lebih baik anda pergi." suruh Helen.
Namun belum sempat Bu Darmi menjawab, beberapa siswa suruhannya membawakan sertifikat, medali emas, serta piala dengan jumlah begitu banyak.
"Nasya, siswi yang baik. Sejak kelas 10, dia selalu aktif tak pernah mencari masalah. Ketika saya mendengar kabar bahwa dia sakit, jujur saja saya kaget, bahkan terakhir dia masih sekolah masih tampak sehat sekali." terang Bu Darmi.
"Dan ini merupakan prestasi yang diperoleh putri Bapak dan Ibu selama tiga tahun bersekolah di SMA Pelita. Saya sebagai wali kelas cukup bangga dengan Nasya. Ia memilih untuk menyembunyikan semua prestasinya, dan ingin memberikan seluruhnya kepada Bapak dan Ibu ketika kelulusan tiba. Namun sayang ... Tuhan telah menjemputnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/267462612-288-k621811.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
NASYA STORY
Romance⚠Beberapa part mengadung adegan kekerasan, dimohon bijak dalam menyikapinya⚠ Nasya Viorella Stefanie. Semua mengatakan bahwa cewek itu nyaris sempurna. Nasya itu baik, Nasya itu cantik, Nasya juga pintar. Namun sayangnya seluruh teman sekelasnya men...