Aku selalu terlihat baik-baik saja, padahal sebenarnya aku mempunyai lara yang cukup lama bersemayam dalam tubuhku—Nasya Viorella Stefanie
•••
Pandangan mata kosong itu tertuju pada hujan yang turun dengan derasnya. Disela-sela itu suara kilat menyambar terdengar begitu mengerikan. Kacau, seperti suasana hati Nasya saat ini.
Setelah mengetahui fakta bahwa ia menderita penyakit mematikan, Nasya sudah kehilangan semangatnya untuk hidup.
Mengapa baru saat ini ia tahu?
Selli melirik Nasya sekilas, meskipun ia tengah sibuk menyetir mobil. Selli tahu jika gadis itu tengah memikirkan ucapan Dokter Egy tadi.
"Nggak usah takut, Sya. Ada gue sama Lala di samping lo," ujar Selli.
Nasya sekilas melirik Selli. "Makasih, ya,"
Jika saja Nasya dapat memutar ulang waktu, ia tak ingin merasakan sakit seperti ini. Nasya telah terluka. Apakah adil jika ia diberi luka lagi padahal yang lama saja belum sembuh?
Setengah jam kemudian Nasya telah sampai rumahnya. Lala dan Selli pun sudah pulang. Hujan sudah reda, tetapi rasa sakit yang menyerangnya takkan pernah berhenti begitu saja.
Berdiri sendirian di balkon kamarnya tentu saja bukan suatu hal yang aneh untuknya. Hanya disinilah Nasya dapat menenangkan dirinya.
Nasya mengambil ponsel di saku celana pendeknya lantaran terus-menerus bergetar. Ia menghela nafasnya panjang. Tadi ia pikir ada pesan masuk dari Azar, ternyata bukan.
Leo : lo sakit apa? Tadi kemana?
Sudut bibir Nasya terangkat membentuk sebuah senyuman. Harusnya bukan Leo yang memberikan perhatian seperti ini. Melainkan Azar yang jelas-jelas sudah resmi menjadi pacarnya.
Nasya : gue gapapa, gausah khawatir kali
Ia memasukkan kembali benda pipih tersebut kedalam sakunya.
Angin dingin berhembus kencang seakan-akan menusuk ke dalam tulang sendinya, Nasya berjalan ke dalam kamar dan segera menutup pintu serta jendelanya rapat.
"Harus banget ya hujan lagi?" tanya Nasya pada dirinya sendiri.
•••
Pagi ini matahari sama sekali tak menunjukkan sinar hangatnya. Sebab awan kelabu itu telah menutupi sebagiannya.
Nasya menjadi sedikit ragu jika ia harus datang ke sekolah. Bukan karena cuaca yang tidak mendukung tetapi mengingat kejadian kemarin sungguh membuatnya sangat trauma.
Ia menghela nafas panjangnya, lalu segera mengambil kunci mobil diatas nakas. Setelah turun dari kamar, ia berpamitan kepada Bi Siti.
"Non, nggak sarapan dulu?" tanya Bi Siti.Nasya menggeleng pelan. "Enggak, makasih, Bi."
"Yaudah bawa bekal aja ya, non? Bibi teh khawatir kalau non Nasya belum sarapan, takutnya nanti kenapa-napa." ujarnya cemas.
"Gausah khawatir, Bi. Nasya gapapa, orang sehat gini."
Nasya berpamitan pada Bi siti. Lepas itu ia mengambil mobil dan segera meninggalkan rumah besar ini. Tentunya Pak Mahdi telah membukakan pagar untuknya.
"Hati-hati, non. Jangan ngebut, ya." pesan Pak Mahdi pada Nasya.
"Siap, Pak."
Tepat setelah Nasya memarkirkan mobil, pagar sekolah telah tertutup rapat. Nasya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. 07.00, ia hanya bisa bernafas lega. Beruntung sekali tidak sampai terlambat.

KAMU SEDANG MEMBACA
NASYA STORY
Romance⚠Beberapa part mengadung adegan kekerasan, dimohon bijak dalam menyikapinya⚠ Nasya Viorella Stefanie. Semua mengatakan bahwa cewek itu nyaris sempurna. Nasya itu baik, Nasya itu cantik, Nasya juga pintar. Namun sayangnya seluruh teman sekelasnya men...