09 - Rasa Trauma

2K 71 0
                                    

Sejak terbukanya luka lama, entah aku harus bagaimana untuk melawannya kembali, sedangkan kakiku diajak berdiri saja sepertinya sudah mati—Nasya Viorella Stefanie

•••

Sejak mendengar kabar bahwa Echa meninggal, Nasya tidak mau keluar dari kamar. Selain takut dengan Adif, ia juga merasa terpukul atas kepergian Echa.

Echa sempat koma, dan siapa sangka jika malam harinya gadis itu hanya tinggal nama saja. Pastinya kepergian Echa bukan dalam keadaan baik-baik. Kalian tahu sendiri bukan? Jika Echa melakukan semuanya atas dasar keinginannya sendiri.

Kemarin setelah memperlakukan Nasya dengan sangat buruk, Adif bersama Helen meninggalkan rumah, dengan alasan pekerjaan. Hal itu sangat membuat Nasya muak.

Kali ini Rifkal dan Darel tetap berada di rumah. Bukan karena permintaan orang tuanya, tetapi keinginan Rifkal sendiri. Entah kerasukan setan sejenis apa lelaki itu. Biasanya jika orang tuanya pergi, maka Rifkal pun ikut pergi dan tentunya mengajak Darel.

Semalam Nasya menangis tanpa henti. Luka di punggungnya terasa sangat perih. Adif menyiksanya dengan cara yang cukup kejam.

Berulang kali ketukan pintu sama sekali tak membuat Nasya beranjak dari tempat tidurnya. Seluruh badannya terasa remuk. Kemarin waktu ia berdiri tak sengaja kepalanya terbentur pintu kamar mandi dan jatuh, sehingga menyebabkan kakinya terkilir.

"Sya, makan!" panggil Rifkal sambil menyodorkan piring di depannya.

Nasya menggeleng lemah. Rifkal menjadi khawatir. Entah mengapa kali ini seperti pintu hatinya terketuk untuk sekedar memberikan perhatian pada adik perempuannya itu.

"Nangis boleh, makan jangan telat. Kalau lo udah sakit, rasain aja sendiri!" Rifkal menggerutu tanpa henti.

"Kakak bawa balik aja, aku lagi nggak nafsu." tolak Nasya, ketika Rifkal akan memberikan suapan pertama untuknya.

"Serah lo. Gue udah coba nggak egois kali ini, tapi balasan lo malah kayak gini," Rifkal membawa piring tersebut kembali dengan rasa kesal. Membanting pintu kamar Nasya secara keras, hingga membuat Nasya memekik ketakutan.

•••

Disatu sisi lain Leo masih memikirkan cara bagaimana agar Nasya bisa kembali lagi ke sekolah ini. Sama seperti Selli, sejak mendengar kabar Nasya dikeluarkan ia sangat marah dan tak terima.

Kali ini Leo memutuskan untuk bolos. Ia benar-benar tidak tenang jika belum melihat keadaan Nasya secara langsung. Dan kebetulan jam pelajaran ketiga ini kosong, jadi Leo manfaatkan saja.

"Lo yakin mau bolos, Yo?" tanya Zafar yang duduk disebelahnya.

"Iya. Lo tenang aja, soal hukuman gue udah biasa." jawab Leo enteng.

Leo mengambil tasnya kemudian beranjak segera keluar dari kelas. Namun belum selangkah, Lala menghadangnya.

"Minggir, Lala!"

"Bentar dulu, lo mau kemana?"

Leo menghela nafas gusar, "ke rumah Nasya."

"Oke, kalau gitu gue sama Selli ikut. Tungguin bentar!"

Lala kembali ke bangkunya lalu mengambil tasnya. Kemudian ia menyusul Leo, diikuti Selli dibelakangnya.

Leo tak bisa melarang mereka untuk ikut. Bagaimanapun Lala dan Selli itu sahabat Nasya. Tapi kan Leo–ah sudahlah biarkan saja mereka ikut.

Leo, Lala, dan Selli mmengendap-endap seperti maling ketika melewati koridor. Memang terlihat sepi, tetapi siapa tahu Bu Sri–guru Bk itu tiba-tiba memergoki aksi mereka, kan gak lucu!

NASYA STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang