21 - Sebelum Sejauh Matahari

1.7K 57 0
                                    

Intropeksi diri juga perlu, terkadang manusia hanya pandai ketika menghina saja—Nasya Viorella Stefanie

•••

"Apa lo bilang? Gausah ngarang cerita deh," Martha menggeleng tak percaya. Tidak mungkin apa yang dibilang Cera, pasti gadis itu tengah mengarang cerita.

"Ngapain juga gue bohongin lo? Nggak ada gunanya banget."

"Yaudah sekarang lo ke kantin, ceritain sama gue kenapa bisa kejadian gitu."

Martha memutus sambungan telepon sepihak. Ia merasa geram dengan semua cerita yang disampaikan Cera kepadanya.

"Kenapa sih, Tha?" tanya Ana penasaran.

"Lo tau apa yang barusan gue dengar dari Cera?"

Ana menggeleng. "Nggak,"

"Masa iya katanya Azar belain Nasya, gila kali." jelasnya dengan raut muka penuh kekesalan.

Mata Ana membola sempurna. Sungguh ia sendiri sangat kaget, apalagi Martha. "Serius lo?"

"Aduh gue nggak tau ya, An. Gue juga belum dengar langsung ceritanya. Kalau sampai ini beneran gue nggak akan tinggal diam. Enak aja, gue dicuekin Azar tapi dia malah dibelain!" Martha benar-benar tidak akan terima dengan apapun yang perlakuan manis yang Azar berikan pada Nasya.

Ana membuang nafas pelan. "Asal lo ingat aja, Tha. Nasya 'kan emang statusnya pacar Azar. Terus lo?"

"Diem dong, An! Lo nggak tau apa-apa tentang Azar." Martha pergi begitu saja meninggalkan Ana sendirian.

"Eh, Tha, tungguin." teriak Ana, kala langkah Martha telah jauh darinya. Ana berlari menyusul Martha, ia yakin jika gadis itu kesal dengannya.

•••

Azar menyusuri sepanjang koridor dengan kaki gontainya. Tatapannya tetap lurus ke depan tanpa ingin menoleh ke samping kanan dan kirinya. Bisik-bisik terdengar mengatakannya, dan Azar tahu itu. Tapi ia rasa tidak harus meladeni orang seperti mereka semua.

Ketika sampai kelasnya Azar segera duduk tanpa basa-basi sama sekali. Azar merupakan tipe lelaki yang tidak suka banyak omong, dan lebih menghabiskan waktunya untuk menutup mulutnya. 

"Zar," panggil Daniel.

Salah satu alisnya terangkat, "kenapa?"

"Darimana aja lo?" tanya Daniel penasaran.

"Kepo."

"Yaelah, kan gue cuma nanya kali, sewot amat sih lo. Jangan gitu deh, Zar. Entar si Nasya berpaling sama gue, gimana hayo?" canda Daniel, ia tidak bermaksud apa-apa, hanya ingin memberikan sedikit candaan.

"Kenapa sih bahas dia? Suka lo? Ambil aja." balasnya sangat dingin.

Daniel kaget. Padahal ia hanya bercanda, tetapi mengapa jawaban lelaki itu malah seperti ini. Cemburu atau memang Azar tidak suka dengan Nasya?

"Gampang banget ngasih pacar sendiri ke orang lain," Bukan Daniel yang berbicara, tetapi Syahdan.

"Apaan sih,"

"Gausah jual mahal kali, Zar. Kasian Nasya nggak lo anggap," sahut Adit, ia telah mendengar semua cerita dari Syahdan.

"Suka-suka gue, Dit. Harusnya lo gausah ikut campur. Kurang kerjaan banget?"

Ketiganya menghela nafas panjang. Menghadapi teman seperti Azar ini harus sabar, dan setiap waktu harus mengusap dada agar emosinya mereda.

"Terserah lo, Zar. Gue cuma ngingetin." ujar Syahdan.

NASYA STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang