Seketika runtuh melihat semua orang menatap benci bahkan mencaci dan memaki hanya karena satu kesalahan yang mereka belum tahu kebenarannya—Nasya Viorella Stefanie
•••
Ketika malam tiba, suasana hening seakan menyelimuti sekitar. Cahaya yang redup membuat Nasya memalingkan wajahnya, menatap gorden putih.
Pukul 00.00, harusnya tengah malam seperti ini ia sudah terlelap dalam tidurnya. Namun, gejala penyakit mematikan itu membuat dirinya terusik.
Dadanya sesak, sulit untuk bernafas. Keringat dingin yang tak wajar. Serta, darah merah pekat yang keluar dari lubang hidungnya mengakibatkan rasa pusing yang semakin menjalar. Mengapa semakin hari semakin parah saja?
Ia benar-benar tak kuasa dengan ini semua. Nasya hanya gadis lemah yang menderita penyakit kanker darah.
Andai Rifkal tahu, betapa sakitnya merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Tanpa mereka ketahui, Nasya hampir gila karena semua ini.
Dalam diamnya ia menangis. Menahan segala lara yang hinggap di tubuhnya. Sakit, siapapun pasti ingin mengakhiri hidupnya jika merasakan hal yang sama seperti Nasya.
"Ya Allah, Nasya nggak kuat," lirihnya dengan nafas terputus-putus.
Ia beringsut duduk. Lalu berdiri, berniat untuk ke kamar mandi. Membasuh bekas darah yang telah mengering.
Sampai di depan pintu, tiba-tiba kakinya terpleset hingga jatuh membentur ubin kamar mandi. Lepas itu Nasya hanya sedikit melihat cahaya remang-remang, dan tak sadarkan diri.
•••
Keesokannya saat Nasya sadar, ia seperti tak mengingat apapun. Rifkal duduk di tepi ranjang sambil memandang Nasya dengan tatapan sayu.
"Kamu kenapa, Sya? Ada yang sakit?" tanya Rifkal, khawatir sekali.
Nasya menggeleng pelan. "Enggak, aku baik-baik aja, Kak."
"Beneran?"
"Iya," Sebisa mungkin Nasya harus membuat Rifkal yakin. Ia tak ingin jika kakaknya itu terlalu memikirkan keadaannya.
"Kakak nggak bisa antar kamu ke sekolah, mau berangkat sendiri aja?" ujar Rifkal.
"Aku naik mobil, kayak biasa."
"Jangan, Sya. Naik ojek online aja, kakak khawatir kalau kamu naik mobil sendiri."
Nasya menghela nafas pasrah. Padahal ia bisa berangkat sendiri membawa mobil. Tetapi Rifkal malah melarangnya.
"Kak, tapi—"
"Udah, nurut aja."
"Iya deh,"
Kemudian Nasya turun dari ranjang dan mengambil handuknya. Sementara Rifkal turun ke bawah untuk membantu Bi Siti menyiapkan sarapan.
"Eh, rapi banget. Mau kemana, Mas Rifkal?" tanya Bi Siti, sekedar basa-basi.
"Kampus, Bi. Ada mata kuliah pagi hari ini."
"Oh, yaudah kalau gitu Bibi ke dapur dulu, Mas."
"Mangga atuh, Bi."
Nasya menuruni anak tangga sambil menenteng ransel birunya. Kemudian ia duduk di sebelah Rifkal, dan menyantap roti dengan segelas susu vanilla.
"Buru-buru banget, sih," ucap Rifkal.
Nasya menanggapinya dengan lirikan. Sama sekali tak berminat membalas kalimat Rifkal.
Ia masih marah sebenarnya dengan kejadian kemarin sore. Tetapi Nasya memilih untuk mengalah. Walau bagaimanapun, langkah Rifkal sangat benar untuk melindungi sosok adiknya. Namun, apakah perlu dirinya menjauh dari Azar?

KAMU SEDANG MEMBACA
NASYA STORY
Romance⚠Beberapa part mengadung adegan kekerasan, dimohon bijak dalam menyikapinya⚠ Nasya Viorella Stefanie. Semua mengatakan bahwa cewek itu nyaris sempurna. Nasya itu baik, Nasya itu cantik, Nasya juga pintar. Namun sayangnya seluruh teman sekelasnya men...