Thirty Four

2.9K 341 11
                                    

Mercy

Aku terus menatap layar ponselku untuk menemukan penerbangan Jakarta-Adelaide tercepat. Tapi rasanya, mustahil menemukan penerbangan yang langsung sampai ke Adelaide.

Suara-suara berisik yang dibuat oleh Roni dan Heru bahkan tidak aku hiraukan. Walaupun aku tahu apa yang sedang mereka bicarakan, dan aku dapat mendengarnya dengan jelas. Tapi, prioritasku bukan meladeni ocehan-ocehan nggak bermutu dari mulut mereka.

Andrew-ku harus aku selamatkan segera!

"Guess what, guys?" Tanya Dea yang muncul dari balik pintu dengan setumpukan rekam medis yang di bawanya. "Pertama, say goodbye sama rekam medis ini! Mulai minggu depan bangsal anak bakalan pake tab buat semua rekam medis pasien dong."

"Wah, siaul! Kenapa jadi bangsal anak yang kebagian rekam medis pake tab duluan?" Tanya Roni, "Gue udah tobat baca tulisan konsulen yang amburadul kayak rumput."

"Harusnya di bedah dong yang duluan..." Keluh Heru.

Dea terkekeh geli melihat rengekan Roni dan Heru. "Yah... Mau gimana lagi? Kalian kan nggak dapet pasien kecil, bonus orangtuanya. Kalau pun ada tapi bukan makanan sehari-hari kalianlah yah."

"Arghhhhh!!!!"

Aku membanting tanganku di atas meja lalu menggelengkan kepalaku berkali-kali.

"Kenapa nggak ketemu sih itu penerbangannya?!"

Heru tertawa keras dengan amat puas. "Gue udah bilang berapa kali sama lo dari tadi Mey? Adelaide itu 2 hari minimal. Lagian, mana mungkin sih Andrew mau selingkuh dari istrinya yang ganas ini?"

Sepanjang hari, Heru sudah tahu kalau misiku hari ini adalah mencari tiket pesawat tercepat menuju Adelaide. Mau seberapapun harganya, yang penting aku bisa sampai di Adelaide dalam waktu 24 jam. Tapi tentu saja, hal itu mustahil.

Aku sendiri sebenarnya tahu juga kalau tidak akan ada penerbangan Adelaide dari Indonesia langsung. Semuanya akan transit di Singapura atau Malaysia dulu. Namun, tetap saja, bukan aku namanya kalau dikasih tahu orang lain tapi nggak ngeyel.

"Mau sampe Sergio punya istri kedua juga, nggak bakalan ada dong, Mey," tambah Roni. "Andrew nggak bakalan gatel. Percaya deh sama gue."

"Dih... Yang ngomongnya ada buaya tingkat dewa modelan kayak elo yang suka tidur sama perawat bedah, mana gue mau percaya?!" Balasku dengan lebih sengit sambil menatap Roni. "Kenapa lo sebut Sergio segala sih?"

"Loh... Lo pada belom tahu?"

"Tahu.. tahu... Mata lo somplak!" Balasku lagi. "Kalau gue tahu juga, emang apa hubungannya sama gue?"

"Sergio mau cerai. Cynthia juga resign."

Dea langsung semangat mendengar laki-laki yang sudah membuatku galau dulu itu mau menceraikan istri yang menjadi selingkuhannya saat bersamaku. Well... Sebenarnya dia tidak selingkuh. Hanya merasa bertanggung jawab saja dengan apa yang dilakukan oleh Fino yang bajingan.

Seperti yang kalian tahu juga, Sergio pernah bilang mau menceraikan Cynthia beberapa bulan lalu saat Andrew mau berangkat ke Adelaide. Tapi ingat juga bukan, apa yang aku katakan kepadanya?

Maksuudku begini.

Aku adalah korban yang dikorbankan karena ada korban lain yang menjadi korban dari perbuatan yang sama sekali tidak dilakukan oleh Sergio.

Korbannya sudah jelas Cynthia yang ditiduri Fino. Kemudian dia hamil. Tapi, malah Sergio yang menjadi tempat mengadunya—dengan alasan karena Fino sudah menikah. Kalau Fino alasannya Cynthia melakukan itu pada Sergio karena Sergio belum menikah, memangnya dia anggap aku ini apa??

Summer ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang