Epilogue

6.1K 358 12
                                    

Masa lalu tidak akan pernah menang. Tapi, masa lalu juga tidak bisa sepenuhnya dilupakan. Dan, memang sudah seharusnya masa lalu akan ada. Semuanya sudah ada dan memang harus terjadi.

Setidaknya itulah yang diyakini oleh Andrew, sampai akhirnya dia mulai sedikit demi sedikit meninggalkan masa lalunya. Seperti akhirnya saat ini, ketika dia rasa sudah memiliki segalanya.

Kariernya yang baik, istrinya yang pengertian. Lalu apalagi yang diperlukan oleh dirinya sendiri?

"Oma mau cicit!" Seru Dokter Abby, yang sudah menghabiskan sarapan paginya. "Jangan kalian kira bisa meloloskan diri seenaknya lagi setelah sekian banyak kelonggaran yang telah Oma berikan!"

"Tapi Oma, Mercy baru aja lulus spesialis," kata Mercy mulai berargumen. "Nanti ya Oma, setelah Mercy dapet residen..."

"Kemaren pun kau bilang akan coba kalau sudah wisuda. Mana buktinya?! Oma bisa menuntut kalian dengan janji palsu ini!" Seru Dokter Abby tak mau kalah. "Apa Andrew impoten?"

Semburan susu dari mulut Andrew, dan pekikan Mercy merupakan tanggapan langsung dari pertanyaan terakhir Dokter Abby.

"Omaaa! Kenapa nanya gitu sih?"

"Siapa tahu punya Andrew—"

"Berfungsi Oma," jawab Andrew cepat. "Saya pastikan berfungsi dengan baik. Hanya saja, kami belum siap."

Oh tentu saja. Andrew dengan masa lalunya yang begitu menyedihkan, dan pengalamannya sebagai ayah Amel, tidak bisa dia lupakan. Terlalu berat bagi Andrew untuk memiliki anak lain. 

Dokter Abby pun mengembuskan napas berat. "Ya sudah. Kalau kalian tidak mau punya anak, terpaksa Oma harus bertindak keras!"

"Maksudnya Oma??"

"Kalian adopsi anak manapun, Oma tidak akan mengomentari kalian. Oma sudah pasrah kalau memang kalian tidak ingin mengambil resiko, dan memikirkan peluang akan memiliki anak yang seperti apa," kata Oma. "Dan Oma dengar, kalian sangat memperhatikan bayi kembar yang ditinggalkan keluarganya itu bukan? Sergio yang cerita."

Bayi kembar itu memang memikat hati Mercy sejak Mercy membantu memisahkan perut mereka yang saling menempel. Betul, kembar siam. Namun mereka memiliki organ tubuh yang lengkap. Ibunya mereka meninggal saat melahirkan, dan ayahnya sudah meninggal sebelum mereka dilahirkan.

Tentu saja Mercy menceritakan kondisi anak kembar siam itu kepada Andrew. Entah dorongan dari mana, namun Andrew langsung jatuh hati begitu melihat kedua anak kembar itu.

Biaya perawatan dua anak itu semakin hari semakin membengkak, dan tidak ada keluarganya sama sekali yang datang. Akhirnya, Mercy dan Andrew memutuskan untuk diam-diam merawat mereka, dan membayar biaya pengobatannya.

Rupanya, perbuatan mulia mereka akhirnyak ketahuan karena Sergio!

"Kalau kalian senang merawat mereka, bawa mereka pulang ke sini. Jangan biarkan mereka lebih lama lagi di rumah sakit!"

-----

Setelah Andrew menyelesaikan studinya, dia kembali ke Indonesia. Mercy pun menyelesaikan pendidikan spesialisnya. Angan-angan untuk memiliki anak, tentu sudah menggerayangi pikiran mereka sejak lama sebenarnya. Hanya saja, kalian tahu sendiri bukan?

Bukan Andrew namanya kalau cepat melupakan masa lalu dan melangkah maju. Mercy sendiri masih ragu untuk mengandung dan melahirkan. Apalagi, dia juga ragu apakah dirinya bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak?

Hingga Sergio meminta Mercy untuk membiayai operasi pro-bono kepada bayi kembar siam yang telah ditinggalkan keluarga orang tuanya. Mercy pun tetap meragu, apakah hal itu benar atau tidak untuk dilakukan. Sampai akhirnya dia menyampaikan berita tentang bayi kembar siam itu kepada Andrew.

"Kamu tahu, kenapa aku langsung mengiyakan untuk merawat mereka saat kamu bilang ada anak kembar siam di rumah sakit?" Tanya Andrew kepada Mercy, yang sudah pasti dijawab gelengan oleh Mercy. "Mereka mengingatkan aku dengan Lita dan Amel."

"Selalu tentang mereka berdua ya?" Balas Mercy dengan senyum iseng. "Nggak heran sih, kamu bisa semudah itu jatuh hati sama mereka."

"Mau kamu namai apa anak kita?"

"Anak kita?" Ulang Mercy.

"Kita mengadopsi mereka, mereka jadi anak kita. Nama mereka siapa?" Tanya Andrew lagi.

"Hmm... Luke and Leah? Gak kreatif ya?"

Andrew mengangguk.

"Gimana kalo... Dean dan Emma?"

"Itu inspirasi dari mana?!" Tanya Andrew. "Jangam bilang Dhani dan Ella?!"

"Eh, kalau bukan karena  Dhani, aku belum tentu lulus spesialis tahun lalu, loh!"

"Dan kalau bukan karena Ella, belum tentu Dhani mau meluluskan kamu begitu?"

Mercy mengangguk. "Kalau enggak begitu, aku nggak punya kesempatan untuk mengoperasi mereka dan bertemu dengan mereka!"

-----

the end.

-----

Thank you for reading Andrew and Mercy's story.
Thank you for your patient, and support :)
Last but not least, thank you for every positive input you all gave through comments.
See you in the next story :D

xoxo,
A.P.

Summer ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang