Mercy
I'm still alive, but I'm hardly breathing.
Just prayin' to a god that I don't believe in.
'Cause I got time, while she got freedom.
'Cause when a heart breaks no it don't break even.Ya, aku masih hidup, meski Sergio memutuskanku.
Aku percaya kalau Tuhan itu memang ada, dan Tuhan pasti tahu kalau aku sedang menderita karena ditinggal oleh lelaki yang amat kucintai. Walaupun aku benar-benar memiliki waktu yang amat sedikit dengan Sergio, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan betapa kelakuannya itu menyakitiku.
Her best days will some of my worst.
She finally met a man that's gonna put her first.
While I'm wide awake, she's no trouble sleeping.
'Cause when a heart breaks no it don't break even, even, no.Seminggu berlalu sejak Sergio melakukan itu. Aku masih melihatnya tertawa beberapa kali saat melewati departemen obgyn. Pastinya perempuan yang dia temui itu adalah perempuan yang tidak sesibuk aku, perempuan yang akan meletakkan dia dulu ketimbang semua pasien-pasiennya. Dan pastinya, Sergio takkan pernah tahu betapa sulitnya untukku tidur karena dia telah menghancurkanku.
Begitu lagu yang kuputar di ruang istirahat residen itu mencapai refreinnya, aku dengan semangat kesedihan para veteran patah hati, aku menyanyikannya: "What am I supposed to do when the best part of me was always you and, what am I supposed to say when I'm all choked up and you're okay? I'm falling to pieces! Yeah, I'm falling to pieces!"
"Temen lo udah gila, ya?" Tanya Dea, kepada Heru.
"Temen gue? Emang lo bukan temennya juga?" tanya Heru balik. "Ron, lo bantuin dong. Lo kalo putus kan nggak segila ini. Cepet move on."
"Orang-orang itu punya waktu yang berbeda-beda untuk move on," kata Roni. "Gue gampang move on karena gue deketin cewek nggak sampe sebulan, dan jadian pasti dibawah satu tahun. Kalo Mercy... Naksir sama Si Bangsat Sergio udah dari awal kuliah kedokteran, jadian satu setengah tahun. Lo pikir gampang move onnya kalau lo sendiri yang ngejar-ngejar, lo yang nembak—dan sialannya lo yang diputusin?"
Kita berempat sudah selesai berjaga hari ini. Tidak ada jaga malam, tidak ada pasien yang kutangani di UGD tadi yang belum pulang. Makanya kami berempat bisa berada di ruang istirahat residen ini lebih lama. Speaker yang ada di sana kupasang keras-keras untuk mendukung suasana hatiku yang sedang sedih.
"Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia.... Hapuskan memoriku tentangnya. Hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia.... Ku ingin lupakannya...." Aku kembali menyanyikan kidung galauku yang lainnya setelah lagu The Script tadi selesai. "Haruskah ku mati karena mu, terkubur dalam kesedihan... sepanjang waktu..."
"Mercy," panggil Dea miris.
Aku tahu, aku menyedihkan.
Aku juga mendengar semua ucapan mereka tadi. Tapi biarkan aku begini dulu. Aku belum puas menangisi diriku sendiri yang sudah—seperti Roni katakan tadi. Aku yang kejar-kejar Sergio, aku yang selalu mengejarnya. Aku yang tembak dia tiga kali. Tiga kali aku tembak dia sebelum akhirnya dia terima aku dan pacaran sama aku.
Satu setengah tahun. Lalu? Aku diputusin karena dia tidur sama perempuan lain!
"Mercy," panggil Roni setelah Dea gagal memanggilku.
Aku tetap tidak menggubrisnya.
"Marceline!" seru Heru kali ini. Heru menghampiriku, dan dia menangkup wajahku, untuk melihat hanya kepadanya.
"Apaan sih, Her!" aku melawannya, dengan melepaskan kedua tangannya yang memegang pipiku tadi. "Cintaku tak harus.... Miliki dirimuuu~"
Heru kembali menangkup wajahku, dan mengarahkannya kepada wajahnya sekali lagi. "Marceline Irena. Dengerin gue!" Mau tak mau aku harus melihat Heru. Dia menahan posisi ini cukup kuat sampai-sampai aku tidak melepaskannya. "He doesn't worth you. Dia selingkuh, dia tidur sama cewek lain, dan lo masih tangisin dia? Lo yang goblok kalau gitu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Elegy
General FictionBagi Mercy, kebahagiaan itu hanya dua: 1. Bisa tidur dan makan tanpa diganggu. 2. Sergio Romanos. Perjuangannya untuk mendapatkan Sergio setelah bertahun-tahun berusaha akhirnya berhasil, dan kisah cintanya bersama Sergio adalah yang terbaik--menur...