Eighteen

3.4K 487 19
                                    

Andrew

"Selamat ya Drew!" Seru Dhani.

"Gila, gue nggak nyangka ternyata bisa move on dari Lita juga lo!" Balas Ed.

"Gue turut seneng deh," tambah Yulius.

Aku memijit pelipisku yang pening karena ucapan mereka yang tak henti-hentinya mengolokku saat mereka datang ke apartemenku.

"Gue akui, Mercy emang nggak menarik kalau sekilas. Tapi makin di dalemin makin menarik dia," gumam Dhani, "Kalo lo masih jadi tukang bedah, gue yakin lo mau narik dia biar jadi residen lo."

"Kalian ke sini cuma buat ngolok-ngolok gue doang?" Keluhku, "Kerjaan gue nggak cuma ngeladenin kalian asal tahu. Gue bukan dokter spesialis macam kalian semua yang kalau pulang dari tempat kerja udah nggak bawa kerjaan."

"Lo masih bisa nerusin residen lo kalo mau kali, Drew," kata Yulius, "Ketimbang lo ngurusin mahasiswa bandel sama klien yang belom tentu bener kalau kasih keterangan."

Dalam lubuk hatiku, memang aku masih ingin menjadi dokter dan melanjutkan residenku.

Namun setiap kali aku mengenakan jas putih itu, dan mendengar panggilan "Dok" untuk diriku, kepalaku langsung berputar kencang hingga aku kehilangan kesadaran.

Berlebihan menurut kalian.

Tapi begitulah adanya. Aku sudah berusaha bertahan menghadapinya selama dua bulan sejak Lita meninggalkanku untuk selamanya. Tapi rasanya setelah ku coba untuk bertahan, aku selalu gagal.

Hinggal yang paling parahnya ketika aku dirawat selama seminggu di rumah sakit. Aku sendiri tidak mampu mengurus Amel yang kala itu masih tinggal bersamaku.

Sejak itulah aku mengubah jalan hidupku dengan memulai lembaran baru.

"Sebagai konsulennya, gue cuma bisa bilang kalau Mercy adalah residen yang baik. Dia punya kemampuan di atas rata-rata buat jadi dokter bedah, tapi dia selalu merasa nggak pantas karena ditutupi mantannya yang udah mau nikah itu," jelas Dhani soal Mercy, "Sergio emang cerdas. Jelas itu bikin Mercy minder."

Aku yang tidak terlalu mengenal calon istriku. Sementara sahabatku di sini adalah rekan sejawatnya di rumah sakit. Tidak ada salahnya aku untuk mendengarkan mereka.

"Sergio lolos PPDS dalam sekali tes. Mercy tes kedua, baru lolos," terang Ed. "Yang gue tahu, Mercy cuma mau ambil THT sebenernya. Tapi karena neneknya, Dokter Abby, spesialis bedah plastik dan pacarnya waktu itu, Sergio, ambil obgyn, dia minderlah. Makanya dia coba ambil bedah. Eh malah lolos."

"Bukannya Sergio mau married sama dokter gigi itu?" Tanyaku.

"Nah iya. Lo dateng deh sama Mercy!" Seru Ed. "Acaranya lusa. Lu bawa Audi lo, biar Mercy seneng."

Aku mendengus sebal. Bisa-bisanya mereka bilang gitu.

Awalnya aku tidak merasa ini hal yang penting. Tapi setelah kupikir-pikir...

Ku ambil ponselku dan membuka aplikasi whatsapp lalu mulai mengetik.

Andrew Kristoff
Lusa kondangan bareng ya, Mer.

Sambil menunggu balasannya, aku teruskan obrolanku dengan Ed, Yulius dan Dhani.

Marcelline Irena
Kondangan apaan?

Andrew Kristoff
Mantan kamu nikah, kamu nggak mau dateng?

Marcelline Irena
Masa gue dateng cuma buat ngutuk?
Kasian.
Gue jaga malem juga hari itu di bangsal.

Summer ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang