Fifteen

4.7K 585 24
                                    

Mercy

Oke.

Jadi ini yang dia maksud dengang operasi 48 jam non-stop?!

Tolong beri aku waktu untuk mengatai konsulenku itu. Dia ini sinting, atau apaan? Maksudku, aku dan Heru juga manusia kali!

Setelah operasi usus buntu, hernia, biopsi payudara dan batu empedu yang memakan waktu hampir seharian, akhirnya aku dan Heru bisa beristirahat.

Mana gigiku sakit banget lagi! Aduh, kenapa gigi bungsuku harus tumbuh di saat genting begini sih?

"Kok rasanya kaki gue mau patah ya Her?" kataku sambil menenggelamkan mukaku di atas meja ruang istirahat. Duduk merupakan suatu anugerah yang indah rasanya. "Kalo tahu gini gue besok pake popok bayi dah!"

"Popok?" ulang Heru.

"Biar nggak ngompol!" seruku balik, "Tadi gue hampir pipis tuh kalo operasi terakhir lebih lama lima menit lagi!"

"Hahaha! Makanya jangan minum kebanyakan Mey!"

"Kalo gue minum dikit, nanti gue sakit ginjal harus transplantasi emang lo mau ganti pake ginjal lo?!"

"Kagaklah!" balasnya.

"Ya udah, gue juga nggak mau!"

Drrt... Drrt...

Astaga Tuhan! Belum sampai setengah jam kita berdua ada di ruangan ini, kenapa Dokter Dhani harus menelepon lagi sih?

Apa belom puas dia ngerjain kita?

Drrt... Drrt...

Aku pun mengambil ponselku dan mengangkatnya. "Halo?!" jawabku dengan nada bicara yang meninggi. "Kenapa? Dokter masih belum puas ngerjain aku sama Heru hari ini Dok?"

"Mercy?"

"Iya ini gue kenapa?!"

Tunggu dulu.

Ini bukan suaranya Dokter Dhani!

Aku menjauhkan ponselku sejenak untuk melihat caller ID yang meneleponku.

Sergio Romanos.

"Anjrit!" seruku.

"Kenapa Dokter Dhani?" bisiknya. Tapi aku menggeleng cepat-cepat untuk menjawab pertanyaan Heru lalu menunjukkan pada Heru siapa yang meneleponku. "Mau gue yang ngomong?"

Aku tidak menjawab iya, tapi tidak menjawab nggak juga.

Tanpa berlama-lama menunggu jawabanku, Heru langsung mengambil ponselku. "Halo Gi? Sorry, Si Mercy barusan teler abis operasi soalnya. Ada yang mau lo sampein?"

Aku melihati mimik wajah Heru yang datang dan hanya manggut-manggut saja. Sesekali dia hanya mengatakan 'Oke,' atau 'Oh,' atau 'Iya.' Sebenarnya apa sih yang mereka omongin jadi penasaran kan aku!

Setelah beberapa menit berlalu akhirnya sambungan telepon itu terputus. Heru mengembalikan ponselku padaku.

"Dia ngomongin apaan aja?"

"Dia mau ketemu sama lo katanya. Lo bisa temuin dia buat ngomong nanti. Kalo udah siap tinggal lo kabarin aja dianya."

"Gitu doang?"

"Emang lo ngarepin apaan? Dia minta balikan?" tanyanya balik, "Move on keles! Lo nggak bisa move on? Gue download-in Tinder, Tantan, dan aplikasi lain deh! Asal lo bisa berhenti ngarepin Sergio."

"Udah kali, Her."

"Udah apaan? Move on?" tanyanya balik.

"Gue naksir sama satu cowok, tapi udah ada buntutnya," kataku padanya. "Tapi gue nggak yakin juga sih gue beneran naksir apa nggak. Habis dia ganteng maksimal, keliatannya pinter juga, tapi anaknya itu loh. Serem banget! Ngalah-ngalahin mertua galak di film azab!"

Summer ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang