Happy Saturday guys!
As I wrote this chapter, I owe a very big apologies for you all.
Maafkan aku yang sudah lama tidak update ceritaku. Tolong sangat harap dimaklumi yah...
Ide ceritaku tidak mengalir deras sebagaimana seharusnya dikarenakan balada mahasiswa semester tua yang sedang tiada hentinya terus berjalan. Laporan, magang, tugas, dan skripsi terlalu menyita otakku untuk berimajinasi :')
Singkatnya, atas perhatian kalian yang selalu menunggu next part dari ceritaku, semoga kalian terhibur yah :))
Happy reading all!-----
Mercy
Shift 48 jam non-stop—yang pada kenyataannya 48 jam lebih—diakhiri dengan operasi transplantasi ginjal.
Kayaknya mataku lama-lama bisa buta warna sih kalo nambah satu operasi lagi.
Ayolah, yang kulihat cuma warna merah terus. Belum lagi waktu operasi terakhir tadi ada komplikasi lain. Aku dan Heru sempat panik sendiri ketika ada satu pembulu darah yang pecah. Namun harus kuakui, dari sekian operasi yang ku lalui dalam 48 jam terakhir, operasi terakhirku inilah yang paling menyenangkan.
Keluar dari ruangan operasi, aku dan Heru langsung ke ruang istirahat untuk mengganti baju operasi kami dengan yang lain. Tentu saja baju operasi kami kotor darah yang muncrat kemana-mana saat operasi.
"Cepetan Mey, ini masih kudu ketemu Dokter Dhani kan?" kata Heru mengingatkanku dari luar kamar ganti.
"Iya Baw—ADAWWW!" aku meringis memegangi pipi kiriku.
"Lo kenapa Mey!?" Heru menanyaiku heran.
Aku pun keluar buru-buru setelah selesai mengganti baju dan celana operasiku dengan yang baru. Ekspresi Heru saat melihatku keluar adalah menaikkan satu alisnya dan menahan tawanya.
"Kampret lo!" aku mengambil satu masker dari dalam lokerku dan snelli kesayanganku lalu memakainya cepat. "Buruan ke Dokter Dhani yuk," ajakku. Ngomong aja susah sekarang. Aku merapatkan gigiku saat mengatakannya agar gigiku nggak tambah ngilu.
"Bengkak banget tuh pipi," ledek Heru sembari kita berdua berjalan ke ruangan Dokter Dhani. "Tapi lucu juga ternyata kalo lo chubby ya, nggak keliatan kurang gizi kayak biasanya."
"Ledek terus... Terusin aja Her."
Sesampai kami di dalam ruangan Dokter Dhani, dia memintaku untuk membuka masker yang kupakai dnegan alasan aku tidak sedang operasi, dan masker itu hanya digunakan untuk operasi bagi dokter bedah.
"Loh? Pipimu kenapa bengkak gitu?"
"Ah, Dokter berisik deh! Cepetan apa yang mau diomongin?!" balasku nggak sabaran.
"Oke, oke. Kita cepat aja biar Mercy bisa ke dokter gigi ya," katanya, "Kalian selamat dari shift neraka 48 jam non-stop, dan sampai bertemu lagi denganku. Kalian bisa menikmati liburan kalian. Tapi tenang saja, aku sudah menentukan jadwal kalian selama kalian libur dari bedah. Mercy di bangsal anak, dan Heru di NICU."
Kita berdua melengos.
Yang benar saja! Kita berdua sengaja ambil bedah umum karena nggak suka anak-anak. Dan kita ditugasin di daerah manusia-manusia mungil itu?
Bercanda nih orang!
"Kalau kalian nggak suka, aku bisa pindahin ke UGD."
"Nggak Dok, kita siap Dok," kata Heru cepat-cepat. "Iya kan, Mey?"
Aku hanya tersenyum kecil sebagai jawaban. "Ikhlas lahir batin kok, Dok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Elegy
General FictionBagi Mercy, kebahagiaan itu hanya dua: 1. Bisa tidur dan makan tanpa diganggu. 2. Sergio Romanos. Perjuangannya untuk mendapatkan Sergio setelah bertahun-tahun berusaha akhirnya berhasil, dan kisah cintanya bersama Sergio adalah yang terbaik--menur...