Mercy
Pelayanan kelas VIP memang beda ya. Percayalah, meskipun rumah sakit ini memang milik Oma, tapi aku nggak pernah tahu gimana perbedaannya ruang perawatan di sini.
Dulu aku pernah dirawat karena DBD. Tapi nggak di kelas VIP.
"Gue demen deh kalo jagain lo di sini Mey. Tidur di sini aja lebih enak dari pada ruangan residen," kata Heru seraya menggigit buah salak yang sudah dikupasnya.
"Ini ruang perawatan buat kaum sultan kali, Her. Kalo bayar pake gaji residen juga di sini semalem sama aja kayak nginep di hotel."
"Kan elo sultan Mey. Gimana sih?"
"Mata lo somplak?!"
"Ngomong-ngomong lo tahu nggak, kalo anaknya Si Sergio stillbirth?"
Stillbirth?
Aku nggak salah denger nih?
Stillbirth adalah keadaan dimana bayi yang dilahirkan sudah dalam keadaan mati, atau bisa dibilang lahir mati.
"Kan, hoax dari mana lagi ini lo sebarin?" Tanyaku, "Lo jangan fitnah dong."
"Yeh... Kagak percaya. Tadi pagi banget tuh, waktu gue baru mau ganti jam jaga. Tata bilang dokter gigi yang diinduksi buat lahiran, soalnya tali pusarnya kelilit. Gue penasaran dong, akhirnya gue samperinlah lantai obgyn, ternyata anaknya Sergio sama dokter gigi itu."
Hei, kalau kalian pikir aku senang karena anak yang menjadi alasan aku dan Sergio putus meninggal, kalian salah besar. Aku memang marah saat tahu anak tersebut sudah ada dalam janin Cynthia. Tapi, bukan berarti aku menginginkannya untuk mati. Percayalah, aku ini masih menghormati hak hidup tiap orang—termasuk bayi yang masih dalam janin ibunya. Tak terkecualu anak Sergio dan Cynthia.
"Terus gimana?" Tanyaku lagi kini karena penasaran. "Cynthianya baik-baik aja?"
"Buset... Lo jadi malaikat sekarang Mey? Sampe nanyain dia gimana segala lagi.."
"Bukan astaga... Gue penasaran aja! Entar dikira malah gue yang doain anaknya mati lagi. Gue nanya tulus nih."
"Yang gue denger dia pendarahan banyak sih."
Aku nggak kenal Cynthia memang. Tapi aku tahu Sergio pasti sedang kacau saat ini. Dia menyukai anak-anak. Kehilangan calon anak pertamanya yang mati dalam kandungan tentu membuatnya sedih.
Tok-tok-tok.
Pintu ruanganku terbuka. Era masuk ke dalam ruanganku sambil membawa parcel buah-buahan yang cukup banyak.
"Halo Mey... Sorry baru sempet nengokin kamu. Mama masih keseleo kakinya jadi nggak bisa nengok, tapi Mama bilang cepet sehat ya," kata Era saat masuk ke dalam. Dia meletakkan parcel buah yang dibawanya di coffee table. "Andrew kemana? Masih sakit semuanya kamu?"
"Ini masih agak pusing aja kok. Andrew lagi pulang ke apartemennya, buat ganti baju tadi. Kenalin, ini temenku, namanya Heru," kataku, "Her, ini kakaknya Andrew, namanya Era."
Mereka saling berkenalan dan, Heru keluar dari ruanganku setelah Era bilang bersedia untuk menungguiku sampai Andrew datang. Tentunya kami menonton musim terbaru dari Grey's Anatomy sambil mengomentari jalan ceritanya yang makin di luar nalar sekarang ini.
"Kadang gue pengen udahan aja nonton Grey's saking alurnya makin ngaco makin nambah musimnya," komentar Era, "Tapi gue juga penasaran sama ending dari Meredith nanti gimana."
"Sama. Gue juga Ra," balasku. "Gue akuin, Andrew Deluca memang ganteng, tapi dia nggak bisa gantiin posisi Derek. Mereka berdua mencintai Meredith dengan cara yang berbeda. Derek was tough on her. He always took the blame on her, while Andrew... He's soft hearted and fragile."
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Elegy
General FictionBagi Mercy, kebahagiaan itu hanya dua: 1. Bisa tidur dan makan tanpa diganggu. 2. Sergio Romanos. Perjuangannya untuk mendapatkan Sergio setelah bertahun-tahun berusaha akhirnya berhasil, dan kisah cintanya bersama Sergio adalah yang terbaik--menur...