Mercy
Bedah saraf? Batinku dalam hati.
"Iya, Andrew itu dulu residen bedah saraf di sini. Untuk ukuran residen, dia terlalu hebat. Bahkan selalu mendapat kesempatan untuk jadi asisten pertama di ruang bedah untuk tiap operasi yang dilakukan konsulennya."
Penjelasan dari Dokter Vivian tadi cukup membuatku terkejut. Maksudku, bagaimana mungkin aku baru tahu kalau Andrew seorang residen bedah saraf dulunya?
Selama ini apa yang dia sengaja menutupi masa lalunya dari aku? Tapi..
"Drew," aku memecahkan keheningan yang terjadi di dalam mobil selama kami berdua dalam perjalanan pulang ke apartemen. Entah karena Andrew yang tidak tahu harus bilang apa, atau dia sedang mencari-cari alibi lain. "Kamu dokter?" tanyaku datar. Bahkan nada bicaraku tidak terdengar seperti sedang bertanya.
Andrew tidak langsung menjawab pertanyaanku. Dia fokus memegang kemudi mobil.
Kini aku pun menoleh ke sebelah kanan, melihat ekspresi wajahnya yang... Entahlah. Aku sendiri tidak mengerti ekspresi yang ditorehkan di wajahnya. Sama saja datarnya seperti nada bicaraku saat bertanya tadi.
"Drew," panggilku lagi. "Kamu dokter?" tanyaku untuk kedua kalinya.
Pun demikian, dia masih tidak menjawab pertanyaanku meski aku sudah menaikkan sedikit nada bicaraku dari yang pertama tadi. Andrew kini memperhatikan lampu merah yang sedang berhitung mundur. Dia sedang tidak menyetir bukan berarti kalau menunggu?
"Andrew Kristoff," panggilku tegas kali ini sehingga membuatnya menoleh melihat kepadaku juga pada akhirnya. "Aku tanya sekali lagi, kamu dokter?"
Andrew tidak yakin untuk menjawab pertanyaanku. Itu yang kulihat dari sorot matanya yang penuh kegelisahan. Dia mencoba menarik nafas dalam-dalam dan mengembuskannya bersama dengan jawaban yang dia miliki. "I was a doctor. Itu udah cerita lama Mer. Aku bukan lagi dokter seperti kamu atau Vivian, atau dokter lainnya di rumah sakit."
"Lalu kenapa kamu menutupi soal ini, Drew? Apa yang salah dengan kamu menjadi dokter? Kenapa kamu berhenti jadi dokter? Kamu punya catatan kriminal? Atau...."
"Semua masa laluku selama menjadi dokter itu tidak ada hubungan apapun dengan kamu, Mer. Itu sudah jauh sekali, dan kamu tidak perlu tahu soal itu."
"Well I want to know about it, if you said that I don't need it. I wantto know, even if it isn't necessary for you," balasku tak mau kalah.
"Buat apa Mer?"
"Aku istri kamu, Andrew. Apa kamu nggak merasa begitu? Kamu anggap aku ini apa?" tanyaku lagi dengan nada tinggi kali ini. Mungkin bagi kalian ini hanya hal sepele. Toh terlepas dari statusnya yang bukan dokter lagi, dia sekarang seorang pengacara dan dosen yang baik.
Lalu untuk apa aku mengkhawatirkan masa lalunya?
Aku istrinya. Hanya itu saja. Apa selama beberapa bulan ini dia tidak menganggapku sebagai istrinya? Apa aku hanya dianggap sebagai teman tidur untuknya?
"Aku ini apa kamu sih Drew?" tanyaku lelah akhirnya. Segala macam spekulasi negatif bermain dan berputar-putar di dalam otakku.
"Aku menjadi dokter karena Lita, dan aku berhenti karena Lita. Aku tidak cukup baik untuk menjadi dokter. Aku tidak memiliki keberanian seperti kamu, Dhani, dan yang lainnya. Itu sebabnya aku berhenti menjadi dokter."
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Elegy
General FictionBagi Mercy, kebahagiaan itu hanya dua: 1. Bisa tidur dan makan tanpa diganggu. 2. Sergio Romanos. Perjuangannya untuk mendapatkan Sergio setelah bertahun-tahun berusaha akhirnya berhasil, dan kisah cintanya bersama Sergio adalah yang terbaik--menur...