Seventeen

3.6K 467 36
                                    

Mercy

Aku sadar apa yang aku lakukan kemarin.

Ciuman itu masih membekas di bibirku walaupun aku sudah tersadar lagi dari tidur malamku. Herannya, meski aku sangat mencintai Sergio, dan sungguh-sungguh sakit hati saat tahu dia malah menghamili dokter gigi cantik itu, aku tidak pernah merasa hal serupa seperti ini. 

Maksudku, merasakan sesuatu yang amat dalam sampai-sampai masih membekas saat aku bangun setelah tidur. 

Aku memang menangis karena Sergio. Tapi aku tidak merasakan sakit yang amat dalam ketika bangun--kecuali saat aku melihat mereka berdua di rumah sakit. 

Tapi Andrew Kristoff adalah hal yang berbeda. 

"Mana cucuku yang tidak tahu malu itu?!" seru suara nyaring dari luar kamarku. 

DUAR! 

Aku menganga lebar saat melihat sosok Oma yang ku kenal di depanku saat ini layaknya orang yang kebakaran jenggot. "Pagi Oma..." sapaku senormal mungkin. 

"Sudah berapa lama kamu berhubungan sama Andrew?" tanya Oma--tidak dengan nada yang bersahabat tentunya. Aku hanya mampu menelan ludah, mencoba mencerna apa yang akan ku katakan padanya. "Jawab! Sejak kapan Oma ngajarin kamu cuma diem aja kalo ditanya?!" 

"Abby, sabar," tahan Opa, "Mercy baru bangun astaga. Tidak bisakah kau lebih lembut sedikit?" 

"Jason, dia sudah dewasa. Bukan saatnya lagi untuk diberikan kelembutan." 

Aku pun segera bangkit dari tempat tidurku, dan duduk. Melihat Opa dan Omaku begini, aku jadi takut sendiri. 

"A.. Aku nggak ada hubungan apa-apa sama Andrew, Oma," jawabku. "Aku hanya..." 

"Hanya ciuman sama Andrew di lapangan parkir rumah sakit, terbawa suasana, sampai lupa kalau rumah sakit itu adalah rumah sakit milik keluargamu sendiri." Oma nyerocos tanpa henti seolah menelanjangiku atas segala kesalahan yang ku lakukan kemarin. "Kamu tahu kalau satu rumah sakit lagi ngomongin kamu sekarang?" 

Satu rumah sakit? 

"Abs, its too much for her. Ini masih pagi--" 

"Too much?! Tapi beritanya nggak bisa ditahan lagi, Han Jae Soo!" seru Oma balik ke Opa dengan nada nyaringnya yang lebih tinggi. "Bisa kamu jelasin ke Oma kalau ini cuma ciuman biasa?!" 

Oma menyodorkan ponselnya. Layarnya menampilkan keadaanku dan Andrew saat berciuman. Aku melingkarkan kedua tanganku erat di sekitar lehernya, sebelah tangan Andrew memegang pinggangku dan tangan lainnya menyelinap di belakang leherku. 

Glek

Aku kehabisan kata-kata untuk menjelaskan foto itu. Entah setan mana yang merasuki kami berdua saat berciuman itu. 

"Oma masih belum katarak. Penglihatan Oma sangat bagus, dan benar-benar jernih. Ini bukan sekedar ciuman biasa." 

"Mercy minta maaf, Oma," kataku menyerah akhirnya. "Tapi aku dan Andrew beneran nggak ada apa-apa Oma." 

"Oma nggak masalah kamu mau ada hubungan sama Andrew. Malahan bagus!" jelas Oma, "Oma cuma nggak habis pikir. Kamu, seorang calon dokter spesialis bedah, nggak bisa cari tempat yang sepi dikit apa buat ciuman? Ruang jenazah misalnya."

Aku membelalakan mataku seketika saat mendengar ucapan Oma. Aku nggak salah denger nih?

Opa pun terheran-heran saat mendengarnya. 

"Oma, aku nggak salah denger?" Tanyaku, "Oma bilang bagus?"

"Iya, beneran. Malah bagus. Biar kamu sekaligan nikah sama Andrew aja. Kita temuin orangtuanya hari ini." 

Summer ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang