BAB 22. SANDARAN TERNYAMAN

529 113 67
                                    

LAMA UPDATE APA MASIH ADA YANG NUNGGU? WKWK

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN, SEBANYAK BANYAKNYA.
MARI KITA HARGAI KARYA SESEORANG.

H A P P Y  R E A D I N G
______________________________

"Untuk saat ini, biarkan aku menjadikanmu rumah untuk pulang"

***

Lagi dan lagi, Nara bertemu dengan orang yang waktu itu mencekik lehernya. Nara tidak tahu kenapa orang – orang itu ingin sekali membunuhnya.

Senandung kecil yang keluar dari mulutnya untuk menemaninya saat perjalanan pulang harus terhenti dipertengahan jalan saat kesadarannya hilang ketika sebuah balok kayu menghantam kepala belakangnya.

Kesadarannya kembali pulih dalam keadaan tangannya yang sudah terikat, ruangan gelap yang penuh debu menjadi pertama yang Nara lihat.

Nara mengerjapkan matanya beberapa kali, Ia berusaha mengingat – ingat kejadian apa yang membuatnya sampai di ruangan gelap ini.

"Yanti?," teriak Nara memanggil Yanti, teman sekelasnya yang kebetulan sedang menunggu angkot untuk pulang. Nara melambai, bermaksud menyuruh Yanti agar menghampirinya. Gadis itu lalu berjalan ke arah Nara. "Azi mau nganterin lo balik." lanjut Nara dengan senyum yang mengembang.

Lain hal dengan Arzi yang membulatkan matanya terkejut, lelaki itu menatap Nara dengan gelengan kepalanya. "Ra" tegur Arzi menolak.

Nara tersenyum menatap Arzi, menepuk pelan bahu lelaki itu. "Anterin pulang ya, Zi." setelah mengatakan itu Nara melangkah pergi.

"Kamu beneran mau nganterin aku pulang, Zi?," tanya Yanti gugup.

Arzi menghela napasnya, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bingung harus menjawab apa, iya atau ngga.

Sedangkan Nara, gadis itu selalu menikmati angin sore yang menyapa kulitnya, menghembuskan rambutnya. Senandung kecil menemani perjelanan pulangnya.

Tak berselang lama, mata Nara menggelap, ia jatuh tidak sadarkan diri saat kepala belakangnya dihantam balok kayu.

Saat itu juga ia tidak ingat apa – apa lagi. Sampai kesadarannya kembali pulih, ruangan gelap dan berdebu menjadi penglihatan pertama Nara saat gadis itu membukakan matanya.

Tidak salah lagi, dirinya sedang di culik.

Nara meringis pelan, gadis itu menatap tangannya yang sudah terikat. Nara memejamkan matanya lama, 'Mama, Papa, tolongin Nara..' lirih gadis itu membatin.

Mata Nara kembali terbuka, gadis itu menoleh pada jendela yang sudah usang, pancaran bulan dari dalam ruangan ini memberitahukan Nara bahwa siang sudah berganti menjadi malam.

Hatinya kembali bergemuruh saat mendengar derap langkah kaki yang mendekat. Tiga pria dengan masker yang menutupi wajahnya sudah mengelilingi tubuh Nara.

"Om, lepasin saya." ujar Nara pada ketiga pria itu agar membukakan tali yang mengikat tangannya.

Ketiga pria itu tidak mengindahkan ucapan Nara, membuat gadis itu berdecak kesal.

"Om ngapain nyulik saya?," tanya Nara. Ketiga pria itu masih tetap diam tak menjawab.

"Om gak usah ngarep minta tebus sama orangtua saya, saya yatim piatu." ujarnya.

"Om salah target buat nyulik orang, saya udah gak punya apa – apa!" tambah Nara.

Salah satu pria itu berjalan mendekat, mencapit dagu Nara dengan kuat. Menatap gadis itu dengan tatapan tajamnya.

ALLOW (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang