BAB 42. KESALAHPAHAMAN HATI

305 72 15
                                    

SILAKAN UNTUK VOTE DAN SPAM KOMEN SETIAP PARAGRAFNYA

FIND ME :
@ptr.wulansr_
@bulansipit.wp

H A P P Y  R E A D I N G
________________________________

Duk

Bunyi gesekan sebuah barang yang mengenai pintu saat Nara membukanya. Ia menunduk untuk melihatnya, sebuah kotak hitam berukuran sedang dengan bentuk persegi panjang yang tergeletak di atas lantai itu menyita perhatiannya.

Mungkinkah dari Adit?

Nara membawa kotak itu lebih dekat, tangannya perlahan membuka tutup kotak itu. Nara bergeming sejenak, sebuah amplop putih.

Tangannya bergegas membuka amplop putih itu, ada secarik surat beserta sebuah foto. Nara lebih dulu membuka suratnya, ia mulai membaca tiap goresan pena.

Tetap jadi gadis bodoh agar kami bahagia. Lebih bahagia jika kau ikut mati.

Nara masih belum menangkap maksud dari isi suratnya, lantas tangannya mengambil sebuah foto di dalam amplop. Detik selanjutnya, foto itu terlempar bersama dengan kotaknya. Nara memundurkan tubuhnya yang gemetar. Kalau saja tidak ada knop pintu, mungkin Nara sudah terjatuh.

Keringat dingin mulai keluar dari pelipisnya, netra coklat madu itupun seketika memburam akibat genangan air mata. Sebuah foto mobil honda civic hitam yang hancur lengkap dengan pengemudi dan penumpangnya yang tak sadarkan diri.

Bagaimana bisa mereka mengabadikan momen menyakitkan ini.

Tubuh Nara merosot pada lantai dingin, ia tak sanggup melihatnya. Bayangan wajah orang tuanya yang di penuhi darah dan kesakitan membuat Nara histeris menutup telingannya.

Bahkan Nara masih belum sembuh dari rasa sakitnya, tapi seseorang kembali mengingatkan akan kejadian menyakitkan.

Nara masih berteriak histeris menutup telinganya melirihkan Papa Mama-nya, rintihan pilu yang keluar dari mulut orang tuanya terngiang begitu saja.

Sakit, sangat sakit rasanya menjadi Nara.

"Nara," teriak seseorang yang baru saja melepaskan helm full facenya.

Bima berlari menghampiri Nara yang histeris. Laki – laki itu memegang kedua bahu Nara yang bergetar.

"Nara, lo kenapa?" tanya Bima khawatir. Gadis itu masih menutup telinganya dengan histeris, melirihkan Papa Mamanya membuat Bima menatap kotak hitam lengkap dengan surat dan fotonya.

Bima bisa menebak foto dan surat itu yang menjadi alasan Nara menangis histeris seperti sekarang ini. Tangannya mengambil surat yang tergeletak tak jauh dari ujung sepatunya, netranya mulai membaca isi dari surat itu. Bima mengeraskan rahangnya, meremas kuat kertas itu sampai tak berbentuk.

"Terror macam apa ini, sialan." batin Bima menggeram.

Dengan cepat, Bima mengambil semua barang yang tergeletak di lantai dan membuangnya jauh. Bima hanya tidak ingin melihat Nara yang serapuh ini. Tanpa pikir panjang lagi, Bima merengkuh tubuh Nara, membawanya masuk kedalam dekapan hangat.

Tangannya masih mengusap punggung kecil Nara yang bergetar, "Nara, tenang hey."

Karena terlalu keras menangis, membuat napasnya tersenggal. Bima menjadi kasihan melihatnya, "Nara, udah nangisnya, nanti susah napas." Bima masih terus mencoba menenangkan Nara.

"Sstt berhenti nangis, ada gue disini," bisik Bima disamping telinga Nara. Laki – laki itu masih mengusap punggung Nara dengan sabar.

Perlahan, isak tangisnya mereda, ia mencoba mengatur napasnya yang tersenggal. Sementara Bima merapikan rambut Nara yang berantakan serta mengusap air mata yang masih tersisa di pipi gadis itu.

ALLOW (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang