✨25✨

59 15 23
                                    

Pagi ini nampaknya matahari tidak mau memperlihatkan sinarnya, langit tampak gelap menandakan akan hujan. Anya tersenyum melihat keluar jendela, hari ini Anya memang tidak masuk sekolah karena masih sakit. Ia tak bisa berhenti untuk tersenyum sambil menatap langit mendung.

Bian sudah sampai di depan rumah Anya, berniat untuk menjemput cewek tersebut agar berangkat dengan nya. pagar rumah Anya sudah terbuka lebar seolah menyambut kedatangan Bian, ia segera memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Anya, Setelah turun dari mobilnya Bian melihat Anya masih menggunakan piyama tidur berdiri di balkon sambil menatap langit, jantung Bian mulai tak beraturan saat melihat Anya tersenyum dan semilir angin menerpa wajahnya.

“Anya!” panggil Bian.

Anya yang merasa namanya di panggil langsung celingukan mencari sumber suara, sampai ia melihat Bian berdiri di dekat mobilnya.

“Lo ngapain di sini?” Anya mengernyit bingung.

“Jemput kamu lah.” Bian tersenyum.

Anya tertegun mendengar Bian mengganti lo jadi kamu, jantung nya mulai tidak sehat.

“Aku eh gu-gue nggak sekolah.” Anya merutuki dirinya sendiri bisa-bisanya dia mengatakan aku bukan gue.

Bian terkekeh, “Aku aja jangan gue,” teriak Bian.

Tiba-tiba hujan dengan sangat deras mengguyur jalanan, Anya tersenyum mencium aroma debu yang terkena tetes air hujan, ia langsung pergi dari balkon dan turun ke bawah.

Bian sedang berteduh di teras rumah Anya. Anya membukakan pintu rumahnya melihat Bian berdiri di depan pintu menyapanya dengan senyum, Anya tak menghiraukan Bian ia justru langsung berlari di tengah-tengah hujan, merentangkan tangan nya dan
menikmati air hujan yang sedang membasahi tubuh nya.

Bian menaikan satu alisnya tidak tau kenapa tiba-tiba Anya berlari di tengah-tengah hujan, tapi Anya terlihat sangat bahagia walaupun sekarang ia sudah basah kuyup.

“Kamu ngapain?” Bian berteriak agar suaranya dapat di dengar Anya.

“Lagi masak, ya liat dong gue lagi main hujan,” teriak Anya dan tidak melihat ke arah Bian sama sekali.

“Katanya kamu sakit?” suara Bian sekarang terdengar jelas di telinga Anya, cewek tersebut
langsung membuka matanya dan melihat Bian berdiri di hadapan nya.

“Lo ngapain ngikutin gue.”

“Aku kamu kayak nya lebih cocok dari pada lo gue,” ucap Bian.

“Iya itu cocok buat orang-orang yang pacaran, sedangkan kita bukan siapa-siapa temenan juga terpaksa,” jawab Anya.

“Ya udah kalo gitu, kamu mau nggak jadi pacar aku?” Bian memegang kedua tangan Anya dan tak melepaskan tatapan nya.

Anya merasakan jantung nya semakin tidak karuan, benar-benar kali ini rasanya Anya ingin meledak mendengar pernyataan Bian, melihat Bian tersenyum dan menatapnya sangat intens.

“Nya kok diem, jadi di terima nggak nih?” tanya Bian.

Anya langsung gelagapan karena tidak tau harus menjawab apa, "Emm itu anu gu-gue..."

“Loh... loh kalian ngapain? Anya katanya kamu sakit sayang.” Kusuma kini berdiri di ambang pintu melihat Anya dan Bian berpegangan tangan dan berdiri di tengah-tengah hujan.

Mereka berdua kompak menoleh ke arah Kusuma, dengan senyum kecil Bian langsung menarik Anya menuju teras rumah menghampiri kusuma.

“Anya katanya kamu sakit, kenapa malah main hujan. Bian kamu kenapa ikut main hujan? emang nggak sekolah?” tanya Kusuma terus menerus.

Bian Dan Anya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang