Selamat membaca!
"Loh, jadi temen yang kamu bilang ini, dek?"
Vian tersenyum lebar, terlihat sangat bangga membawa Violet ke hadapan ibunya. "Iya, ma. Temen yang pengen aku bawa, ya, ini."
"Kalau ini, mah, eomma juga kenal"
Vio langsung menghampiri Choon-Hee dan meyalami tangan wanita paruh baya itu. "Apa kabar tante?"
"Baik sayang" Choon-Hee langsung memeluk Violet.
"Dek, kamu tau ngga yang bikin baju pernikahan eomma dan baju kalian itu, ya, Violet" cerita Choon-Hee antusias.
"Oh, ya?" Tanya Vian bersandiwara. Jelas dia tahu, sejak ibunya cerita kalau baju pengantinnya akan dikerjakan oleh seorang designer bernama Violet, Vian sudah menyangka kalau itu adalah Violet yang sama dengan yang dia kenal. Itulah sebabnya saat Violet datang ke pernikahan ibunya, dia langsung buru-buru sembunyi.
Bukannya apa, dia hanya ingin mengenalkan Violet pada keluarganya disaat mereka sudah punya status yang jelas. Tapi sayangnya saat itu Violet menolak cintanya, jadi dia belum bisa mempertemukan mereka secara resmi. Namun kini situasinya berbeda, dia harus melakukan ini demi memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.
Vio diam di tempat dengan telinga yang masih mendengarkan percakapan antara Vian dan ibunya. Namun fokusnya tertuju kepada seseorang di belakang tubuh Choon-Hee yang sejak tadi hanya diam melihatnya. Bersikap seolah tidak kenal, padahal beberapa hari lalu mereka baru saja sepakat untuk mengenal satu sama lain.
Vio menatap Agus tajam, seperti menantang pria itu untuk menyapanya lebih dulu dan memperkenalkan dirinya sebagai seorang yang memiliki hubungan istimewa dengan pria itu di hadapan ibu dan adiknya, tetapi Agus bergeming.
Namun di balik diamnya Agus, Vio dapat menangkap ada kilat tak suka dari tatapan pria itu saat melihat interaksi antara dirinya dengan Vian dan juga ibu pria itu. Pun di satu sisi, Vio merasa seperti lelaki itu tidak berdaya.
"Ayo, kita masuk dulu. Makanannya udah eomma siapin"
Vio terkesiap saat Choon-Hee tiba-tiba menarik tangannya, membuat jalinan mata antara dirinya dan Agus terputus.
Mereka berjalan melewati ruang keluarga sebelum mencapai ruang makan. Matanya melihat banyak foto yang terpajang di dinding dan di atas bupet.
Saat pertama kali berkunjung ke rumah ini, Violet tidak tahu sama sekali bahwa salah satu anak kecil yang ada di foto-foto itu adalah Vian karena tidak ada foto pria itu ketika sudah dewasa, begitupun dengan Agus.
Diantara banyak foto, yang paling menarik perhatiannya yaitu foto Agus yang sedang mengatupkan kedua tangannya di depan dada dan tertawa lebar melihat ke arah Vian yang duduk di kursi bayi di sampingnya.
"Itu foto waktu Vian dan masnya masih kecil" seperti tahu kalau Vio sedang memperhatikan foto itu, Choon-Hee menjelaskan.
"Waktu itu Vian masih satu tahun"
Vio hanya memberikan senyumnya sebagai balasan. Ingin rasanya dia bilang bahwa yang dia perhatikan sedari tadi adalah wajah Agus kecil, tapi tidak enak hati oleh Choon-Hee dan Vian.
Suasana di meja makan ramai oleh Choon-Hee yang sejak tadi menceritakan tentang hal-hal membanggakan yang Vian lakukan. "Dia ini memang anak yang pintar dan cepet belajar, Vi. Waktu kelulusan SD, nilai dia yang paling tinggi di sekolahnya"
Vian hanya bisa tersipu malu dengan menundukan wajahnya.
"Waktu SD juga Vian pernah ikut pentas di sekolahnya. Dia nyanyi dan surprisingly suaranya bagus banget! Tante sampe kaget, soalnya di rumah dia ngga pernah nyanyi. Eh tau-taunya pas di sekolah dia bikin kita semua kaget sekaligus bangga"
Lagi-lagi Vio hanya bisa menanggapinya dengan tersenyum. Dia tidak tahu harus bilang apa. Sementara matanya melirik Agus yang sejak tadi tidak mengeluarkan suara, hanya mengacak-acak mekanannya saja.
"Terus waktu SMP, Vian minta dibeliin kamera sama tante. Dia bilang dia jatuh cinta sama dunia fotografi, yaudah tante beliin. Kamu liat foto tante yang pake baju kuning pastel tadi ngga, Vi, waktu lewat ruang keluarga?"
Vio mengangguk. Dia memang sempat melihatnya tadi.
"Itu hasil jepretan Vian pertama kali setelah dibeliin kamera. Bagus kan hasilnya? Masih 12 tahun loh dia waktu itu" mata memang tidak bisa berbohong. Terlihat sekali bahwa wanita paruh baya ini sangat bangga dengan anaknya, Vian.
"Makanya dia sekarang bisa jadi fotografer profesional"
"Eomma apaan, sih? Belum profesional, masih biasa aja" sanggah Vian malu-malu.
"Vian fotografer?" Tanyanya bingung.
"Iya, dia fotografer. Loh, emangnya Vio ngga tau pekerjaan Vian selama kalian kenal?"
Vio menggeleng polos. "Vian ngga pernah cerita"
Inilah salah satu dari sekian banyaknya alasan Vio tidak bisa menerima Vian. Lelaki itu sangat tertutup dan misterius, sementara dia membutuhkan hubungan yang terbuka.
Lelaki itu tidak berusaha untuk membawa Violet masuk ke kehidupannya sama sekali, ataupun bersikap terbuka mengenai sifat dan sikapnya. Tidak juga berusaha untuk memasuki kehidupan Violet.
Vian seperti hantu. Kadang muncul, kadang menghilang. Jadi, Vio pikir Vian hanya menginginkan hubungan main-main dengannya. Walaupun dia tahu bahwa lelaki itu menyukainya.
Lelaki itu terasa sangat jauh, dan Vio benar-benar tidak mengenalnya.
💜💜💜
Vio menghindari Agus selama beberapa minggu ini. Semua pesan dan telepon dari pria itu dia abaikan. Vio bahkan sengaja tidak datang ke butik dan mengerjakan semua pekerjaannya di rumah karena dia tahu pria itu pasti akan mengunjunginya di sana.
Bagaimanapun, dia tersinggung sebagai seorang perempuan. Dijanjikan untuk mengenal satu sama lain, tapi malah dia sendiri tidak dikenalkan oleh orang tua pria itu. Selain itu, dia jadi ragu karena sikap Agus kemarin yang tidak menganggap dirinya ada, dan karena hal itu pula dia jadi merasa kalau Agus tidak serius dengan ucapannya.
Padahal jelas-jelas Vian membawanya ke sana bukan sebagai teman biasa, tapi kenapa Agus hanya diam saja dan tidak mengambil tindakan apapun? Jangankan menyanggah ucapan Vian yang mengatakan kepada ibu mereka bahwa dia adalah gebetannya. Agus bahkan pura-pura tidak mengenalnya kemarin.
Entahlah.
Yang jelas Vio butuh waktu untuk memikirkan kembali keputusannya. Apakah Agus orang yang tepat untuknya atau pria itu sama saja seperti orang itu yang sikap dan perkataannya berbanding terbalik 180 derajat.
Tolong jangan menghakimi Violet sebagai perempuan yang rumit, karena bagaimanapun dia harus berhati-hati dalam memilih pasangan agar kejadian di masa lalu tidak terulang kembali.
Tbc.
Ig: catypattinson10
KAMU SEDANG MEMBACA
Healer
RomanceBagaimana rasanya menjadi wanita dengan paras cantik, otak cerdas, karir bagus, dan memiliki latar belakang keluarga yang baik. Pasti akan ada banyak pria yang rela mengantre untuk menjadi kekasihmu, bukan? Tetapi trauma yang dirasakan oleh Violet C...