Healer 21

456 49 15
                                    

Selamat membaca!

"Mas, jauhin Violet!" Vian menahan tangan Agus ketika mereka baru sampai di depan rumah dengan kendaraan masing-masing. Agus lebih dulu turun dari mobilnya, kemudian langkah pria itu disusul oleh Vian yang memarkirkan motornya sembarangan.

Tadi saat mereka tidak sengaja bertemu di butik Violet, Agus memilih untuk segera pulang. Dia pamit kepada wanita itu yang masih kebingungan mencerna situasi. Wanita itu jelas menanyakan apakah dia dan Vian saling mengenal dan Agus tidak bisa bohong ke Violet, maka dia memberi tahu wanita itu bahwa Vian adalah adiknya.

Dia pikir Vian akan berada di sana lebih lama. Namun tidak disangka, setelah keluar dari mobil, ternyata adiknya juga telah sampai rumah, bahkan pria itu berada di belakang mobilnya. Itu artinya Vian pulang tidak lama setelah dirinya pergi dari sana.

"Ngga bisa. Kita punya perasaan yang sama"

"What? Ngga usah kepedean! Kalian kenal baru sebentar, ngga mungkin dia langsung suka sama kamu!"

"Ngga kepedean, itu kenyataan." Wanita itu cuma masih keliatan ragu dan takut aja. Sejujurnya, hal itu juga yang membuat Agus bingung terhadap sikap Violet.

Vian berdecih. "Aku ngga mau tau pokoknya kamu ngga boleh deket-deket lagi sama dia!"

"Kenapa kamu ngotot banget nyuruh aku jauhin Violet?" Agus tidak bodoh, sejak dia melihat keberadaan Vian di butik wanita itu, dia jelas tahu mengapa Vian menyuruhnya untuk menjauhi Violet. Adiknya juga pasti ada rasa. Tidak mungkin Vian tiba-tiba berada di sana tanpa mempunyai tujuan yang jelas. Mau beli baju? Tidak mungkin. Vian punya toko langganannya sendiri.

"Karna dia harusnya sama aku! Aku yang deketin dia lebih dulu!"

"Ngga peduli siapa yang deketin dia lebih dulu. Kalo dia maunya sama aku gimana?" Sesungguhnya Agus tidak sepercaya diri itu, tapi untuk menghadapi tingkah laku Vian, rasanya dia butuh untuk memanas-manasi adiknya. Setidaknya hubungan dia dan Vio berada satu langkah lebih jauh dibandingkan dengan adiknya.

Vian tertawa sinis mendengar ucapan abangnya yang menurutnya terlalu percaya diri. "Berhenti, mas! Sikap kamu ini bikin aku muak!"

"Sikap kamu yang terlalu kompetitif itu juga bikin aku muak! Apa kamu masih belum puas? Kamu udah dapetin semuanya dari dulu"

"Itu karna memang aku pantas!"

"Kamu ngga capek bersikap seperti ini terus, dek?" Nada bicara Agus melembut, dia sengaja menggunakan kata 'dek' diakhir untuk menekankan posisinya.

Vian melengoskan kepalanya, menghindari tatapan Agus yang entah mengapa membuat dadanya sesak. "Terserah apa kata kamu. Pokoknya jauh-jauh dari Violet"

"Maaf, tapi kali ini aku ngga akan diem aja"

"Oke. Kita liat aja nanti siapa yang menang" dengan emosi yang masih menyala-nyala, Vian melangkah meninggalkan Agus yang menatap punggungnya dengan tatapan sendu.

"Violet bukan barang yang bisa kamu dapetin setelah kamu menang perlombaan, dek. Dia wanita yang harus dijaga hati dan kepercayaannya"

Vian menghentikan langkahnya untuk memasuki rumah saat mendengar satu kalimat panjang Agus yang mengusik egonya.

"Silakan kalo kamu masih mau deketin dia, aku ngga masalah. Asal jangan jadikan dia sebagai ajang perlombaan, karena Vio jauh lebih berharga dari itu." Agus menghela napas panjang sebelum melanjutukan. "Cukup sekali Vian. Cukup sekali ada korban karena sikap terlalu kompetitif kamu itu"

💜💜💜

"Aneh"

"Iya"

Vio memiringkan kepalanya lagi untuk meneliti benda yang ada di hadapannya. "Ini apaan, sih?"

HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang