Bab 9

74 17 28
                                    

Seorang dokter berpakaian serba putih keluar dari ruang rawat Aldo, disusul seorang pemuda berjaket hitam dengan bagian belakangnya terdapat gambar Phoenix biru yang tengah merentangkan sepasang sayapnya lebar-lebar. Seolah-olah hendak terbang.

Arnando Wijaya Kusuma, nama pemuda tersebut. Sering dipanggil Nando oleh keluarga dan teman-temannya. Ia adalah kakak Aldo. Terpaut dua tahun dengan sang adik.

Dua setengah jam lalu, Nando mendapat telepon dari pihak rumah sakit yang menangani Aldo, mengatakan bahwa salah seorang pengguna jalan menemukan Aldo tergeletak tak sadarkan diri di depan sebuah pemakaman umum.

Mendengar kabar itu, Nando beserta keempat temannya bergegas menuju rumah sakit di mana Aldo berada.

Sesampainya di rumah sakit, mereka berlima segera menuju ruang rawat Aldo. Tak berselang lama, dokter yang menangani Aldo muncul. Meminta Nando untuk berbicara empat mata.

Alhasil keempat teman Nando pun menunggu di luar. Duduk di kursi panjang yang tak jauh dari pintu ruang rawat Aldo. Sibuk dengan ponsel masing-masing untuk membunuh bosan.

Dokter itu kembali ke ruang kerjanya, sementara Nando bergabung dengan keempat temannya.

"Apa yang dokter bilang?" tanya Ixa Anandra Tanjung, sembari beranjak dari duduknya. Memberi tempat untuk Nando duduk. Lantas ia memilih bersandar di dinding, menghadap kursi.

Nando terlebih dahulu duduk di tempat Ixa---sisi paling kiri, paling dekat dengan pintu ruang rawat Aldo. "Aldo koma," jawabnya membuat keempat temannya terkejut. Separah itukah kondisi Aldo?

"Tulang pipi kirinya retak. Kata dokter, kemungkinan Aldo akan sadar besok pagi dan butuh waktu kurang lebih satu minggu untuk pemulihan," papar pemuda itu.

"Ini pasti ulah Twin Dragon!" Ardat Damara---pemuda yang duduk di samping Nando berseru marah.

Ardat menoleh pada Nando yang hanya meliriknya. "Ndo, kita harus nyiapin anak-anak buat nyerang markas Twin Dragon!"

"Tolol."

Ardat langsung menoleh ke samping kanan, menatap nyalang pemuda yang baru mengatainya tolol.

Lentera Purnama---si pelaku---hanya melirik Aldo, lantas berkata datar, "Lo emang tolol. Kita jelas nggak bisa nyerang markas Twin Dragon secara terang-terangan karena ada seseorang yang nggak bisa kita singgung."

Mendengar itu, Ardat hanya mendengkus kesal. Ia melupakan fakta tersebut. Akan tetapi, jangan mengatainya tolol juga, dong!

"Terlebih kita nggak punya bukti," imbuh Lentera.

"Meski begitu …." Adi Purna---pemuda yang duduk di sisi paling kanan menyahut. "Nando tetap akan menghancurkan Twin Dragon. Iya, kan, Ndo?"

Nando melirik Adi. "Baik Twin Dragon maupun pelaku perbuatan ini, gue akan membuat mereka membayar berkali-kali lipat!"

Tanpa Nando dan keempat temannya ketahui, ucapan pemuda itu mengundang tawa remeh seorang pemuda yang jaraknya berkilo-kilometer dari tempat mereka berlima.

"Dasar sekumpulan orang bodoh," ucap pemuda itu. "Ghost Eye, gue mau melihat princess!" Sesaat layar ponselnya burek sebelum menampilkan sosok gadis ber-hoodie merah muda yang tengah berkutat dengan tugas sekolahnya.

Wajah gadis itu berseri-seri. Jangan lupakan senyum manis yang terpatri di wajahnya.

Layaknya virus, pemuda itu ikut tersenyum. Hanya sesaat dan langsung terganti dengan raut wajah serius. "Gue akan selalu melindungi lo, princess. Gue janji," ucapnya, sembari mengusap layar ponselnya yang tengah menampilkan wajah si gadis.

LEXVEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang