Bab 25

12 7 13
                                    

"Jangan, Kak! Itu uang saku Putli!" rengek Putri. Gadis tujuh tahun itu mencoba merebut uang sakunya yang dirampas kakak kelasnya.

Seorang murid kelas VI yang dijuluki "preman sekolah" oleh beberapa murid lantaran suka memalak adik kelasnya. Khususnya murid kelas I dan II yang masih mudah ditakuti dan diancam.

Murid itu tadi melihat Putri yang pergi sendirian ke toilet. Ia lantas menargetkan gadis kecil tersebut sebagai sasarannya.

Saat Putri hendak kembali ke kelas, ia dicegat seorang murid berambut agak gondrong.

Murid itu menanyakan apakah Putri memiliki uang. Dengan polosnya gadis itu menjawab, "Punya." Lantas mengeluarkan selembar uang berwarna ungu untuk membuktikan ia berkata jujur.

Putri tak tahu, kakak kelasnya itu bermaksud buruk.

Setelah Putri mengeluarkan uangnya, murid itu langsung merampasnya.

Keadaan yang sepi membuat si "preman sekolah" berani bertindak demikian di lingkungan sekolah. Biasanya ia melakukan pemalakan pada adik kelasnya di luar lingkungan sekolah.

"Apaan, sih, lo!" Murid itu mendorong Putri hingga jatuh terduduk di lantai.

"Jangan ganggu dia!" Seruan ini membuat si "preman sekolah" membalikkan badannya.

Putri yang mulai menangis juga mengalihkan atensinya ke sumber suara.

"Velo!" seru Putri senang melihat sosok yang dikenalnya dengan baik.

Berbanding terbalik dengan Putri, wajah si "preman sekolah" yang awalnya sok garang langsung  memucat. Jangan lupakan juga keringat sebesar biji jagung yang menetes dari wajahnya ke lantai.

Bukan sosok Vero---anak laki-laki berusia tujuh tahun, bernetra kebiruan yang berstatus sebagai sahabat Putri---yang ditakutinya, melainkan seseorang yang berdiri di belakang Vero. Tak lain adalah Kepala Sekolah.

Vero yang khawatir Putri dirundung murid lain---lantaran di usianya yang sudah tujuh tahun, Putri masih saja cedal yang membuat gadis kecil itu menjadi target perundungan---memutuskan untuk menyusul sang sahabat.

Vero pun mendapati Putri dipalak kakak kelas mereka. Namun, ia tak berani bertindak.

Vero tahu, dirinya tak akan menang melawan murid yang memalak Putri. Ia lantas segera ke kantor guru. Hendak meminta pertolongan salah seorang guru.

Namun, di tengah perjalanan ke kantor guru, Vero berpapasan dengan Kepala Sekolah yang tengah memeriksa kebersihan setiap kelas sebelum jam pelajaran dimulai.

Alhasil Vero memutuskan meminta pertolongan pada Kepala Sekolah.

"Kamu nggak papa, kan?" tanya Vero pada Putri yang kembali berdiri. Raut cemas tampak jelas di wajah anak laki-laki itu.

Putri mengangguk. Ia menghapus sisa jejak tangisnya. "Makasih."

"Nggak perlu makasih. Sebelumnya, kan, aku udah janji buat menjaga dan melindungi kamu," jawab Vero, jawaban yang menerbitkan senyum di wajah Putri. Mereka pun kembali ke kelas bersama, sembari bergandengan tangan.

Sementara si "preman sekolah" sudah digiring ke kantor kepala sekolah untuk di-"sidang" setelah terlebih dahulu mengembalikan uang saku Putri dan meminta maaf pada gadis kecil itu---atas perintah Kepala Sekolah.

*****

Apakah gue bisa memenuhi janji itu?

Alex baru tersadar dari lamunannya saat ada seseorang yang menepuk bahu kanannya. Pemuda itu menoleh ke belakang dan terkejut melihat Putri yang sudah duduk di salah satu kursi belakang. Ia juga sudah memakai sabuk keselamatan

LEXVEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang