Masih di hari yang sama.
Langit sudah sangat redup, seolah juga ikut mengantuk dan menutup matanya, tapi tidak dengan sesosok gadis manis yang sedang duduk sendirian di dekat pantai. Menikmati angin malam yang sangat kencang.
"Ha~h... dingin..." gumam gadis itu.
Suasana dingin menerpa kulit putih milik gadis itu. Seolah sengaja menyentuh agar terasa presensi sang angin.
Entah mengapa gadis itu menyukai dinginnya malam. Angin itu selalu berhasil mengingatkan dirinya pada sosok bunda yang sudah menghilang.
"Mami hilang supaya aku cari papi ya mi?" gumam gadis itu lagi.
Entahlah. Gadis itu juga tak tau dan tak paham mengapa dirinya masih merindukan sang mami begitu dalam, dan enggan mencari sosok sang papi yang sejak ia lahir belum pernah ia temui.
Gadis itu tidak banyak menuntut. Dirinya hanya bisa pasrah. Seperti angin yang berhembus dan ombak yang mengalir, gadis itu yakin kalau takdirnya juga akan menuntunnya pulang.
Hatinya begitu mengganjal. Seolah ingin meledak. Matanya perih seperti ingin menangis, tapi tak bisa. Entah sejak kapan air matanya tak mau keluar.
Gadis itu hanya bisa memejamkan matanya sembari menghela nafasnya, menikmati dinginnya malam.
Angin malam yang membahayakan. Siapapun bisa sakit jika berhadapan lama dengan angin itu.
Iya, setidaknya itulah yang dipikirkan Hyunsuk ketika secara tidak sengaja dirinya menangkap sosok gadis kecil yang diakui sebagai tetangga dari sahabatnya, Ben.
Hyunsuk menghampiri gadis kecil itu. Ia mulai melepaskan jaketnya dan menyampiri jaket itu ke tubuh kecil gadis itu.
Ia terkejut. Gadis itu membuka matanya sesaat setelah merasakan kulitnya menghangat. Dapat ia lihat terdapat presensi orang asing yang sedang tersenyum kepadanya.
"Hai." sapa Hyunsuk.
Gadis itu tak menjawab. Ia malah hanya menatap laki-laki itu dengan bingung.
Sadar kalau sebelumnya ia belum pernah berkenalan dengan gadis ini, maka Hyunsuk secara inisiatif mengangkat suaranya.
"Eh, maaf ya pasti kamu takut dan bingung karena aku tiba-tiba ngasih jaket. Kenalin aku Hyunsuk, sahabatnya Ben, kata dia kalian tetangga an?" ucap Hyunsuk sedikit kikuk.
Tak lupa laki-laki itu menjulurkan tangannya untuk mengajak gadis itu berkenalan.
Tak lama setelah Hyunsuk memperkenalkan dirinya, gadis itu memberikan senyuman lebarnya. Ia mulai membalas jabatan tangan dari Hyunsuk dan menggerakkan nya keatas kebawah sebagai tanda berkenalan.
"Hai, kak Hyunsuk! Ternyata temennya kak Ben, toh! Kenalin aku Ruby Queeny. Karena kakak sahabatnya kak Ben, kakak boleh manggil aku adek! Tapi kakak juga bisa panggil aku Qny (re : kiyuni). Walau Ruby nama depanku, tapi sebenarnya itu marga aku! Salam kenal kak Hyunsuk!" ucap Qny, antusias.
Hyunsuk pun terkekeh. Pikirnya anak ini pasti masih sangat muda, soalnya sikapnya sangat antusias seperti anak kecil. Entah mengapa Hyunsuk merasa menghangat mendengar penuturan gadis itu.
"Hai, Qny! Nama kamu bagus banget! Kayaknya orang tua kamu anggep kamu kayak ratu ya? Soalnya nama kamu istimewa gitu." ucap Hyunsuk.
Gadis itu tersenyum sendu. Ia mulai mengalihkan pandangannya dari menatap Hyunsuk menjadi melihat lurus kedepan, kearah pantai.
Hyunsuk yang menyadari perubahan raut wajah gadis itu langsung jadi tak enak hati.
"E-eh... Maaf, kakak salah ngomong ya?"
Gadis itu menggeleng cepat. Ia mulai kembali memasang senyuman manisnya.
"Enggak kok! Gapapa! Justru aku seneng ada orang yang mau ajak aku ngobrol soal papi mami. Biasanya semua orang terlalu hati-hati untuk bahas topik itu ke aku, karena mereka takut aku sedih, bahkan kak Ben juga! Padahal aku tuh butuh orang yang mau dengerin aku soal papi mami!" jawab gadis itu.
Hyunsuk akhirnya bisa bernafas lega. Setidaknya ia sekarang paham kalau gadis kecil dihadapannya ini tak merasa tersinggung akan pertanyaan yang ia lontarkan.
"Kalau kamu mau, kamu bisa cerita sama kakak... Kakak usahain buat dengerin kamu kok, dek!"
Mendengar Hyunsuk memanggilnya dengan sebutan 'dek' membuat entah mengapa hati Queen menghangat.
"Kak... Kakak pernah kehilangan orang tua gak sih?" tanya gadis itu.
Gantian, sekarang Hyunsuk yang sendu mendengarnya. Sayangnya gadis itu sedang fokus dengan lautan. Untuk sekedar menotis laki-laki disebelahnya menangis saja sepertinya tidak bisa.
Hyunsuk mulai tertawa getir.
"Pernah dek... Kakak dan adik-adik kakak ditinggal sama mami kami saat kami masih kecil. Kala itu, adik bungsu kakak baru berumur sekitar 1 tahun. Walau begitu, papi kami berusaha untuk merawat kami agar kami bahagia seperti sekarang! Jadi kakak gak ada penyesalan." cerita Hyunsuk.
Perlahan gadis itu mulai tertarik. Dengan segala rasa penasarannya, gadis itu memberanikan dirinya untuk bertanya lebih dalam.
"Terus... Ibunya kakak pergi kemana? Kakak sama adik-adiknya Kakak juga gimana? Kalian kangen ibu gak?" tanya Qny.
Hyunsuk terdiam sejenak. Kalau dipikir-pikir, ia dan keluarganya tak pernah membahas soal ibu (lagi) secara dalam semenjak kepergian sang ibu.
"Entahlah. Waktu itu kakak juga masih kecil dan kakak juga cuma tau kalau ibu pergi karena ingin meraih impiannya. Kakak dengar kalau ibunya kakak gak bisa merelakan impian itu dan memilih meninggalkan kami... Selain itu, keluarga kami benar-benar tak pernah membahas soal ibu. Kakak tak tau soal yang lain yang jelas kakak cukup rindu sama ibunya kakak..." jujur Hyunsuk.
Akhir-akhir ini lagi nemuin banyak cerita sedih sama lagu sedih, bikin mood buat lanjutin ngetik cerita ini naik.
KAMU SEDANG MEMBACA
ʙᴇʀᴛᴀᴜᴛ | 𝙏𝙧𝙚𝙖𝙨𝙪𝙧𝙚 ✓
Fanfiction-𝐭𝐫𝐞𝐚𝐬𝐮𝐫𝐞 𝐟𝐭. 𝐉𝐞𝐧𝐧𝐢𝐞, 𝐡𝐚𝐧𝐛𝐢𝐧 𝘞𝘩𝘦𝘯 𝘕𝘢𝘥𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘪𝘥... 𝘉𝘶𝘯, 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘣𝘦𝘳𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘣𝘢𝘫𝘪𝘯𝘨𝘢𝘯 " kisah tentang treasure yang bertumbuh tanpa sosok ibu " 𝘚𝘦𝘥𝘪𝘬𝘪𝘵 𝘬𝘶 𝘫𝘦𝘭𝘢𝘴𝘬𝘢𝘯 𝘵�...