Epilog

1.6K 52 32
                                    

Hi guys!
Mungkin ini menjadi akhir dari sebuah kisah. Mohon maaf aku gak sempat post extra chap. Terima kasih buat kalian yang sudah setia mengikuti alur cerita ini dari prolog - epilog. Thanks banget.

Happy reading

•••

Dinzello's House | Barcelona, Spain. 20:00 PM.

Takdir manusia tidak ada yang tahu, semuanya masih menjadi misteri dan teka-teki. Dalam perjalanan takdir bukan berarti tanpa ujian. Terkadang, hanya karena kau gagal mendapatkan yang Tuhan takdir kan untukmu; adalah sesuatu yang kau anggap itu bukanlah takdirmu.

Tuhan sudah merancang takdir kita kedepan sebaik-baik skenarionya. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan, karena kebahagiaan datang dari diri kita sendiri.

Percayalah, takdir Tuhan itu indah. Kamu hanya perlu menjalankannya dengan ketabahan dan keikhlasan. Dan semua akan ada hikmahnya. Jangan menyesal atas segala sesuatu yang telah terjadi. Kamu hanya perlu bersyukur agar hidup lebih indah.

Apa kamu tahu takdir Tuhan manakah yang tidak Ansley sukai? Ya, sekarang. Ia sangat tidak mau menerima takdir yang ia dapatkan sekarang. Takdir yang memaksakan dirinya harus menetapkan diri sebaik mungkin menghadapi keadaan yang ia hadapi sekarang ini. Takdir yang membawa malapetaka bagi kehidupan Ansley.

"Astaga, nona. Sudah saya katakan, jangan menangis lagi. Dandanan anda akan rusak jika anda terus menangis, nona." Suara wanita yang merias wajah Ansley terdengar membuat gadis itu tersadar dari lamunannya. Ini sudah empat kali wanita itu merias wajah Ansley, sebab gadis itu selalu saja mengeluarkan air mata membuat make up yang dibuat dengan hati-hati rusak begitu saja.

"Saya tahu anda tertekan dengan semua ini, nona. Tapi percayalah, takdir Tuhan akan indah pada waktunya. Anda akan menerima semuanya seiring berjalannya waktu," wanita yang menata mahkota kecil dikepala Ansley itu ikut menimpali, ia menatap kasihan pada Ansley.

"Tapi aku tidak mau menikah dengannya!" ujar Ansley lirih, menatap pantulan dirinya didepan cermin. Tangannya tergepal, menahan diri agar tidak menimbulkan amarah. Pikirannya campur aduk antara marah, kecewa, sedih atau bahkan ... bahagia?

Yah, sekarang ini Ansley sedang didadani oleh beberapa perias profesional untuk acara pernikahannya dengan pria gila itu. Ansley bahkan tidak tahu sama sekali, bangun tidur tadi tahu-tahunya ia sudah memakai gaun pengantin. Terakhir kali yang ia ingat Aland menyuntiknya obat tidur. Ya, tidak salah lagi pria gila itu adalah dalang dibalik semua ini.

Pria pembunuh!

"Anda ingin minum, nona?” tawar seorang pelayan perempuan setelah tiba dengan membawa satu gelas air putih dan menawarkannya pada Ansley. Ansley mengangguk mengiyakan, lalu mengambil alih gelas itu dan menengguknya hingga tandas.

"Terima kasih," kata Ansley tersenyum kikuk sambil menyerahkan gelas bekas itu pada pelayan perempuan tersebut.

"Sama-sama, nona."

Wanita yang merias wajah Ansley langsung berhenti, ia tersenyum puas. Puas melihat hasilnya yang begitu memuaskan. "Anda sangat cantik, nona. Saya yakin tuan Dinzello akan sangat tergila-gila dengan anda."

Ansley tidak menjawab, ia hanya tersenyum menanggapi. Sangat muak mendengar nama Aland disebut-sebut. Ansley beranjak berdiri setelah para pelayan itu keluar dari kamarnya. Gadis itu berjalan menuju sebuah cermin panjang dan menatap pantulan dirinya.

Masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Gaun pengantin berbahan crinilion sangat pas ditubuh rampingnya dengan berkerak sabrina, berlapis tiga membuat gaun itu sangat-sangat elegan dan berkelas dilihat saja dari bordiran bunga disebagian dadanya. Rambut coklat panjangnya sengaja di geraikan bergelombang, tidak lupa satu set mahkota kecil dikepalanya.

He's Psycopath✓ [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang