Clo berjalan tertatih menahan sakit di area luka tembaknya. Ia mengikuti laki-laki misterius yang ia tumpangi tanpa rasa curiga. Aneh, tapi ia tetap berjalan di belakang pria yang sekarang membuk pintu apartemen selebar-lebarnya.
"Jauhkan rasa curigamu dan ikuti aku ke kamar." Clo menatap dengan rasa tidak suka. Semenjak ia menjabat sebagai mantan sersan, dirinya mulai tidak terbiasa diperintah laki-laki sekalipun itu Bum. Hanya atasannya, itu pun saat bertugas. Ia jelas menolak dengan memberikan gestur tubuh tetap berdiri di tengah ruangan.
"Kau paham bahasa yang aku katakan atau..."
"Paham tapi aku menolak bersamamu di kamar," tegas Clo untuk memperjelas situasi antar mereka berdua.
Laki-laki itu tertawa kecil, "sudah kubilang buang rasa curigamu." Laki-laki itu mendekati Clo, "buat apa aku bermain dengan perempuan panggilan sepertimu, hah?"
"You're wrong Mister!" Clo mendesis menahan emosi, "yang mana kamarmu?" Clo mau tidak mau menekan egonya dan melangkah mengikuti arah tunjuk laki-laki yang bahkan ia tidak tahu siapa namanya.
Sesampainya di kamar, Clo disuruh duduk di sofa kamar panjang dengan alasan kalau di kasur, laki-laki sombong ini malas membersihkan darah yang tercecer. Clo mengerlingkan matanya kesal. Siapa pula yang berniat duduk di kasurnya.
Pria berwajah dingin dan bertubuh cukup proporsional untuk ukuran laki-laki Asia ini menarik perhatian Clo saat ia memberikan, tidak lagi segelas, tapi langsung sebotol vodka pada Clo lalu menarik sebuah bangku mendekat ke arah sofa. Suara perintah terdengar lagi dari laki-laki ini, agar Clo membuka mantelnya.
"Minum, dan biarkan aku melakukan sesuatu dengan lukamu. Namamu?"
Kali ini Clo menatap laki-laki itu nyalang. "Untuk apa? Setelah ini kau tidak akan pernah menemuiku lagi."
"Jangan sombong, Seoul kecil. Cepat atau lambat kita akan bertemu lagi. Sekali lagi aku tanya, namamu?" Disertai kekehan, laki-laki itu masih bertahan pada pertanyaan yang sama.
"Clover."
"Lengkapnya?"
"Berpuaslah dengan cukup tahu itu namaku." Clo menenggak vodka di tangannya. Untuk apa laki-laki ini perlu tahu namanya, sedangkan Clo sangat yakin setelah pertemuan ini tidak akan ada lagi pertemuan berikutnya.
"Junho, Lee Junho."
"Aku tidak perlu tahu."
Junho membuka sebuah kotak persegi panjang berbahan perak. Ia mengambil sebuah kapas dan alkohol. Perlahan ia mengusapkan kapas yang sudah ditetesi alkohol ke area luka tembak di pinggang Clo. "Tidak ada peluru bersarang kau hanya tergores cukup dalam. Tidak masalah kujahit?" Clo mengedikkan bahu tak peduli. Berbekal pemahaman bahwa perempuan di depannya memberikan izin. Junho mengambil jarum dan benang jahit medis. Dengan cekatan tangannya menjahit seperti seorang ahli untuk menutup luka di tubuh Clo. Satu tarikan benang terakhir, ia memotong benang tersebut dan mengakhiri dengan mimik wajah kagum.
Jangankan berteriak, perempuan di hadapannya ini meringis kesakitan pun tidak. Ia jadi semakin penasaran setelah mengamati tubuh Clo. Memang perempuan bernama Clover ini memiliki tubuh kecil tapi otot-otot terlatih membentuk di perut ratanya. Perempuan bayaran macam apa yang mempunyai bekas luka begitu banyak di setiap sudut tubuh mulusnya? Tapi buru-buru Junho menertawakan kebodohannya sendiri. Bukankah tadi ia melihat, kalau perempuan ini sangat ahli membunuh. Jelas dandanan perempuan panggilan hanya sebuah kedok.
"Kau perlu tahu namaku. Seoul kecil dan kita akan segera bertemu lagi."
Clo menghela napas. Belum ada dua jam ia bersama laki-laki aneh di depannya, tetapi Junho sudah mengoceh tidak jelas. Mulutnya diam tidak merespon, ia membuang pandangan memperhatikan setiap sudut kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Shot 21+
FanfictionClo perempuan berbola mata langka dengan warna iris matanya, memutuskan untuk keluar dari satuan ARMY Amerika setelah 15 tahun mengabdi. Alasannya karena hatinya mati rasa dengan asas kemanusiaan setelah melihat pasangannya sendiri yang sedang bertu...