Busan, Korea Selatan
Junho dan Luke menyiapkan senjata mereka masing-masing. Memasang earwireless dan mengencangkan rompi anti peluru mereka.
Adrian dan Brent yang sudah berjaga di luar gedung pun menunggu perintah selanjutnya. Smith, Gerard, dan Ted fokus dengan enam layar di depan mereka. Luke menghampiri, memastikan regu mereka cukup untuk mengikuti rencana Clo.
"Are we safe?"
"So far, 25 persons is good. There's no CCTV, far from civilians, and we get down to their server. So there's no communication between them to the mansion." Smith menjelaskan kondisi sekitar aman untuk diserang.
"No back up from their boss?" Luke menyakinkan sekali lagi.
"No, we cut out their back up. Switch this location to another location." Ted sibuk dengan keyboard di depannya.
Luke melirik ke arah Junho. Laki-laki yang diharapkan bisa membantu rencana ini, sudah kehilangan semangatnya semenjak Clo koma tiga minggu. "Kamu tidak apa-apa?"
Junho mengangkat wajahnya, "Yeah, good. Sudah siap semuanya?"
"Just wait until your ex-partners come and we're to strike them."
"Sir, ada empat mobil datang." Suara Adrian terdengar melalui walkie talkie, memberitahu kondisi terbaru di sekitar gedung.
"Ok tunggu sampai mereka masuk ke dalam gedung." Junho berdiri dan melihat ke arah layar. Ditunggunya Chansung dan Wooyoung keluar dari mobil, Junho hanya ingin mengakhiri hari ini dengan berita baik yang ingin ia sampaikan ke Clo. Ia harus segera kembali ke Washington, pikirannya cuma tertuju pada perempuan yang hingga saat ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan bangun dari komanya.
"All set, ready?" Luke menyadarkan lamunan Junho. Luke mengambil Glock 17-nya dan mengajak Junho keluar dari dalam van. Bersiap menghadapi musuh yang membuat sahabatnya koma. Ia memberikan kode kepada regu Adrian dan regu Brent untuk mengikuti arahannya.
Belum sampai lima menit, 25 orang ini masuk ke dalam jebakan. Anak buah Taecyeon mematikan lampu gedung dan menyerang dua regu secara brutal. Junho tertawa di sela-sela penyerangan, jelas Luke menjadi bingung dengan sikap Junho.
"Let me take care of you this time, buddy. I know the game they're playing. Trust me." Junho mengeluarkan dua Glock 17-nya dan membalikkan situasi. Bekerja di bawah Taecyeon selama sebelas tahun, membuatnya sangat hafal dengan permainan dua anak buahnya yang terkenal licik.
Di dalam kegelapan, Junho sangat lihai memainkan senjatanya, dia mampu menghindari setiap peluru yang menghampiri. Berlari dan meloncati setiap jebakan yang dibuat oleh Chansung dan Wooyoung. Ia lepaskan dua peluru kepada setiap anak buah Taecyeon. Iya, dia hanya butuh 30 peluru untuk melenyapkan nyawa semua manusia berjas hitam, tanpa perlu bantuan cahaya.
Sampai di depan satu pintu, lantai teratas. Junho tidak perlu mengetuk, dia menendang pintu itu hingga terbuka lebar. Dengan napas terengah, ia melihat Chansung dan Wooyoung yang duduk menunggu. Junho tertawa puas, melihat dua mantan rekan kerjanya. Ia berjalan ke arah salah satu power supply dan menarik tuasnya ke atas.
Lampu di setiap lantai gedung kembali menyala. Luke menggelengkan kepalanya, julukan pembunuh berdarah dingin memang cocok untuk Junho. Brent dan Adrian tidak kalah terkejutnya melihat mayat 30 orang bergelimpangan, mati di tangan satu orang. "Shit, he's good. No wonder Alyssa fall in love with him."
Alyssa tertawa setelah melihat gedung kosong milik The Trader, 15 menit yang lalu menjadi sebuah pemandangan indah. Seperti melihat letusan kembang api saat Junho meletuskan tembakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Shot 21+
FanfictionClo perempuan berbola mata langka dengan warna iris matanya, memutuskan untuk keluar dari satuan ARMY Amerika setelah 15 tahun mengabdi. Alasannya karena hatinya mati rasa dengan asas kemanusiaan setelah melihat pasangannya sendiri yang sedang bertu...