tiga ✓

23.2K 1.7K 120
                                    

"Aduh! Susah banget sih! Apaan coba artinya?!" Afi menggerang kesal, lagi-lagi pekerjaan rumah dari Bu Rohma menjadi penyebabnya.

Afi sebenarnya heran, bukankah pemberian PR untuk para siswa sudah ditiadakan? Lalu apa ini? Guru di sekolahnya sepertinya tidak update mengenai larangan itu. Apakah mereka tidak tahu seberapa lelah otak, dan fisik para siswa selama di sekolah? Apakah waktu tujuh jam masih kurang untuk mengasah otak para murid?

Sungguh menyebalkan.

Dan yang lebih menyebalkan, perkejaan rumah kali ini adalah pemberian dari Bu Rohma, guru bahasa Inggris yang dikenal senang sekali menghukum murid-murid.

Apalagi di waktu-waktu sekarang ini, masa persiapan ujian sekolah. Rasanya kepala Afi bisa runcing seperti Petrik jika terus dihadapkan dengan sebatang pensil dan kertas-kertas sialan itu.

Brak!

Atensi Afi yang semula menatap kesal kertas-kertas dihadapannya kini beralih pada seorang gadis yang dengan tidak sopannya membuka pintu kamarnya dengan kasar.

"Seenggaknya sopan dikit ya Bu, udah tau di rumah orang, masuk kamar orang bukannya ketuk dulu kek, apa kek malah nyelonong," sarkasnya menyindir.

"Berisik! Lo dipanggil om Arga tuh!"

Kening Afi berkerut mendengarnya, tak segera beranjak, Afi justru kembali menunduk fokus dengan kertas dihadapannya.

"Budeg Lo?!"

Afi kembali menggerang kesal, segera ia beranjak. Mendorong Cindy-seorang yang tadi membuka pintu kamarnya-untuk ikut keluar lalu menutup pintu kamarnya.

"Awas Lo bohongin gue," kata Afi lalu mendahului Cindy, kakinya melangkah menuruni tangga.

Matanya menatap Arga yang kini duduk di kursi single dengan kepala tertunduk dan handphone ditangannya.

Afi mengatur napasnya sebelum melanjutkan langkahnya, tak bisa dipungkiri Afi merasa takut, jantungnya berdegup lebih cepat. Sesampainya ia dihadapan Arga pun, Afi masih menunduk.

Arga yang menyadari kehadiran Afi pun meletakan handphonenya, lalu beranjak.

"HEH KAMU!"

Belum sempat Afi mendengar suara Arga, suara keras itu sudah lebih dulu masuk indra pendengarannya. Afi menoleh, saat mendapat Omanya disana Ia kembali menunduk takut.

"Ngapain kamu masih disini? Masih punya muka kamu, setelah apa yang kamu lakukin?" tanyanya membuat Afi semakin menunduk, tubuhnya gemetar sekarang.

Oma yang kesal karena tak ada sahutan pun melangkah mendekat, tangannya terulur menjambak rambut belakang Afi, membuat kepala Afi yang semula menunduk kini mendongak menatap manik Omanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kamu apain cucu saya?! Dia selalu begini setiap ada kamu! Kamu yang buat dia begini tau nggak?!" tanya Omanya dengan suara keras.

Afi meringis, tarikan Oma pada rambutnya semakin kuat membuat kepalanya terasa sakit, air mata yang sedari tadi Afi tahan pun mulai menetes, hatinya sakit mendengar semua itu. Kepalanya menggeleng pelan, "Aku nggak apa-apain kak Lia Oma," lirihnya.

Plak!

Afi kembali meringis, kini pipinya terasa sangat panas. Tamparan kali ini sangat keras membuat kepalanya semakin pening. Afi menoleh, melihat Fina yang kini menatapnya nyalang, mata wanita itu berair.

"Mah..."

"Kenapa sih Fi?! Apa nggak bisa kamu mengakui kesalahan kamu?" tanya Fina dengan sorot tajamnya.

AFIA or ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang