delapan ✓

18K 1.3K 11
                                    

"Cindy cepetan!" Alia mendorong-dorong punggung Cindy agar cepat memasuki pintu cokelat dihadapannya.

"Sabar anjing! Jantung gue disko ini," sewot Cindy memegangi dadanya yang memang berdetak jauh lebih cepat dari biasanya.

"Tinggal kasih kotaknya terus balik, gitu doang masa deg-degan?" Alia dengan tidak sabaran kembali mendorong Cindy untuk masuk.

Cindy dengan sorot kesalnya menyentak tangan Alia, "Emang Lo nggak deg-degan?!" serangnya balik ngegas.

Sontak Alia menyengir lebar, menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Dikit sih," katanya masih dengan cengirannya. Cindy mendengus, sedetik kemudian mengatur napasnya, sedikit menenangkan dirinya sendiri sebelum benar-benar masuk kandang singa. Sebenarnya Cindy ingin sekali mengumpati sosok dihadapannya yang terus menyuruhnya untuk segera masuk, jika tidak sabar kenapa tidak dia sendiri saja yang melakukannya?

Membuka pintu itu dengan senyuman lebar, "Oma!" seru Cindy girang.

Sudah cocok menjadi pemain sinetron di Indosiar bukan?

"Kenapa kamu?"

"Nih ada paket di luar, tulisannya buat Oma," ucap Cindy memberitahu, tangannya terulur menyodorkan kotak ditangannya.

Terlihat kening Oma Novi berkerut, "Oma nggak pesen apa-apa tuh," katanya, namun tangannya tetap terulur menerima kotak yang Cindy berikan.

"Nggak tau, mungkin kiriman temen Oma kan?" sebelum Omanya membuka mulut untuk membalas argumennya, Cindy segera menggerakkan tangannya dengan mengusap perut, "Aku keluar deh, mau makan," katanya menghindar, bisa repot jika Oma terus bertanya.

"Gimana?" tanya Alia melihat Cindy sudah keluar, sejak tadi sebenarnya Ia sudah menguping pembicaraan mereka, tapi tetap saja rasanya tidak puas jika tidak mendengar langsung dari Cindy.

"Jantung gue melorot ke anus."

Alia menahan tawanya, menarik Cindy menjauh agar bisa lebih leluasa bercerita, "Jangan sampai itu jantung bercampur sama tai-tai Lo," katanya setelah masuk ke kamaranya. Cindy hanya mendengus menanggapi. "Kita tinggal tunggu reaksi Oma."

***

Afi dengan senyum mengembangnya menempelkan lem terakhir pada kertas yang sudah menutupi seluruh bagian benda ditangannya.

"Keren," bangganya pada dirinya sendiri, menatap kagum hasil kerjanya yang dengan rapi membungkus kado untuk kedua saudaranya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Afi, Alfin, dan Alia akan bertukar kado di hari mereka lahir. Dan kebetulan saat keluar tadi dirinya dan Alfin melewati sebuah toko yang menjual pernak-pernik, Afi membeli sesuatu disana, tanpa sepengetahuan Alfin juga tentu, karena saudaranya itu malah belok ke toko buku.

"KELUAR KAMU!"

Afi terhenyak dengan suara nyalang itu, sangat keras hingga membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Pikirannya otomatis memikirkan, kesalahan apa yang Ia lakukan, mengingat suara tadi mirip dengan suara Omanya. Tidak mungkin kan jika Omanya marah tanpa alasan?

"KELUAR ANAK SIALAN!"

Buru-buru Afi beranjak, keluar dari kamar lalu menuruni tangga. Memang sekeras itu suaranya, Afi yang berada di lantai atas saja terkejut.

"Kenapa Oma teriak-teriak?" Alia yang bertanya demikian menyunggingkan senyum melihat ekspresi Afi. Afi semakin gugup setelah mendengarnya, niatnya turun hanya untuk melihat apa yang terjadi, tapi menemukan Omanya dengan tatapan semarah itu membuatnya yakin bahwa masalah kali ini benar-benar besar.

"MANA ANAK ITU?!"

"Siapa Oma?" Cindy juga dengan polosnya bertanya. Wajahnya terlihat sangat mendalami perannya.

AFIA or ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang