"Permisi Pak, Bu bisa ikut ke ruangan saya sebentar?" Seorang perempuan berjas putih, lengkap dengan stetoskop yang menggantung di lehernya, keluar dari ruang ICU."Bisa dokter."
"Mari ikut saya."
Sepasang suami istri yang tak lain adalah Harsa dan Rosa pun mengikuti langkah dokter yang membawa mereka ke sebuah ruangan bersih dengan meja kaca dan beberapa kertas diatasnya.
Setelah duduk dokter bernametag Ega itu mulai menjelaskan maksudnya mengajak mereka keruangannya. "Jadi begini, hasil pemeriksaan kemarin sudah keluar, hasilnya baik tapi pasien belum bisa dipindahkan ke ruang rawat karena masih harus kami pantau," Dokter Ega mengeluarkan kertas dari sebuah map di mejanya, Harsa dan Rosa hanya diam menunggu kelanjutannya.
"Setelah saya baca dan pahami lebih lanjut, pasien kemungkinan mengalami Amnesia."
"Amnesia?" ulang Rosa tidak percaya.
"Iya Bu, diduga otak kecilnya mengalami cidera dan terhimpit saat benturan terjadi. Nah, saya sarankan, tes dulu untuk mendapatkan jawaban yang lebih akurat, " Dokter Ega menjelaskan.
"Apa bisa disembuhkan dok?" sahut Harsa tanpa menjawab.
"Bisa pak, tapi memerlukan waktu yang tidak sebentar, mengingat pasien juga belum sadarkan diri."
Harsa dan Rosa kompak menghela nafas, "Lakukan yang terbaik dokter, tes, terapi, apapun itu, sembuhkan dia."
Setelah mendapat anggukan dari sang dokter, mereka beranjak keluar. Saling menatap wajah cemas masing-masing, "Pah, kita harus gimana sekarang?"
"Kita serahin dulu sama dokter, aku juga masih cari identitas dia, biar lebih gampang mau ngurus ini-itunya," Harga mengelus pelan punggung Rosa, mencoba menenangkan istrinya itu. Memang benar, mereka belum menemukan identitas gadis yang kini masih terbaring lemah di dalam sana, menggunakan bantuan rekan kerja Harsa yang kebetulan kerabat dari pemilik rumah sakit ini sehingga gadis itu bisa lebih dulu ditangani.
Drrttt drrttt
Suara panggilan masuk mengalihkan perhatian mereka. "Siapa pah?"
"Orang yang aku suruh cari," Harsa menunjuk layar handphonenya, "Aku angkat dulu," katanya kemudian mengangkat panggilan itu setelah mendapat anggukan dari istrinya.
Sedangkan Rosa memilih untuk kembali ke ruangan dimana gadis yang tadi mereka bicarakan masih berbaring, memasuki ruangan itu setelah melewati beberapa proses sterilisasi, sehingga sekarang pakaiannya sudah tertutup oleh kain berwarna biru.
Matanya mengamati setiap lekukan wajah gadis itu, dari mata yang masih terpejam, hidungnya yang tertutup alat bantu, tanpa sadar pengelihatannya mulai memburam, mengingat kejadian lalu dimana Ia juga berada di tempat yang sama, menemani seseorang yang sedang bertarung untuk mendapatkan jawaban antara hidup atau mati.
Rosa menyeka air matanya yang menetes begitu saja. Kembali menatap gadis yang setia menutup matanya, Rosa tersenyum sebelum akhirnya melangkahkan kakinya keluar dari sana.
Di luar, Rosa melihat Rafi yang tengah duduk dengan beberapa kantung di sampingnya. Rafi beranjak, mencium tangan mamahnya lalu kembali mendudukkan dirinya.
"Mamah udah makan belum?" tanya Rafi, sebenarnya tanpa ditanya pun Rafi tau ibunya itu belum makan, tapi Ia tidak tahu harus mengatakan apa selain bertanya hal itu.
Terlihat Rosa yang menggeleng, "Nih, ada nasi goreng," tangan Rafi menyodorkan kantung yang tadi Ia bawa.
"Makasih sayang, kamu makan juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFIA or ALENA
Randomfollow dulu [LENGKAP] AFIA REYNA PRAMANA gadis yang terlahir triplets. Sempat merasakan kasih sayang, kehangatan, dan keperdulian dari keluarganya, hingga saat usiannya menginjak 12 tahun dengan alasan yang belum diketahui, ia dijauhi oleh orang tua...