dua puluh enam

9.2K 686 1
                                    


Alena menyambar kunci yang masih berada diatas meja lalu keluar mengikuti Rosa.

Membuka pintu itu Alena melihat Rosa yang hampir menyeberang, buru buru ia mempercepat langkahnya.

"Mah!" Panggilannya tak terdengar oleh Rosa. Terlihat Rosa melangkahkan kakinya setelah menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri memastikan keadaan jalan sepi.

"Ck, mamah." Gumamnya melihat Rosa yang sudah melangkah lebih jauh.

BRAKK

"MAMAH!" Pekiknya terkejut. Matanya membola sempurna, napasnya memburu, jantungnya bekerja seribu kali lebih cepat.

Suara itu terdengar sangat keras dan menakutkan mampu mendebarkan jantung siapapun yang mendengarnya.

Terlihat jelas dimata Alena Rosa yang sudah terkapar dengan darah yang mulai membasahi  pakaian wanita itu. Menolehkan kepalanya ke samping Alena menemukan sebuah mobil putih yang sudah ringsek karena bertubrukan dengan tiang besar yang ada di jalan itu.

Memberanikan diri melangkahkan kaki, lanea berjongkok di tepat di samping Rosa. "Mah..." Panggilnya menahan isakan.

Rosa tersenyum, "Ssshh... sakit sayang." Cicitnya sembari memegangi bagian perut atasnya.

"TOLONG!" Pekiknya keras kelewat panik.

"TOLONGIN MAMAH." Tangisnya semakin deras.

"Kenap— Mah?!" Rafi yang baru datang langsung berjongkok.

"Kak Rafi tolongin mamah."

"Banyu papah Fi! Kita kerumah sakit." Harsa dengan sigap mengangkat Rosa kedalam gendongannya lalu berjalan menuju mobil diikuti Rafi.

"Ayo Len." Bara membantu Alena berdiri lalu mereka memasuki mobil, Alena berada dibelakang bersama Rafi yang tengah memangku kepala Rosa. Mobil dijalankan dengan kecepatan diatas rata-rata, tak ada waktu untuk menghubungi ambulans apalagi menunggu mereka.

Mobil berhenti di rumah sakit terdekat, Harsa segera turun lalu kembali mengangkat tubuh istrinya dan membawanya masuk.

"DOKTER TOLONG ISTRI SAYA!" Teriaknya menggema, setelahnya beberapa suster datang dengan membawa brankas dorong.

"Tunggu disini ya pak." Salah seorang suster menahan Harsa saat mereka sudah sampai di depan pintu bertuliskan 'UGD' itu.

"Selamatkan istri saya."

"Kami akan lakukan yang terbaik pak." Pintu tertutup, Harsa berbalik dan mendapati anak-anaknya berada di sana. Menghampiri mereka lalu menyuruh mereka untuk duduk dan menenangkan diri, terutama Alena dapat Harsa lihat wajahnya sangat pucat raut ketakutan tercetak jelas disana dan tubuhnya masih bergetar hebat.

"Bara bisa tolong beliin air?"

"Iya pah, Bara ke kantin." Bara melangkah menjauh. Harsa mendudukkan dirinya di samping Alena, memeluk tubuh mungil putrinya dengan penuh kelembutan.

"Hiks... Pah...." Lirih Alena diperlukan Harsa.

"Shuutt, gapapa sayang, mamah kuat kok." Harsa mengusap lembut punggung yang bergetar itu.

Lama dalam posisi ternyaman itu Alena mulai tenang, tangisnya tak sederas tadi tapi air matanya masih setia menemaninya. Hingga pintu terbuka menampilkan sosok tinggi dengan seragam khususnya. Harsa meregangkan pelukannya lalu mendekati orang itu.

"Bagaimana dokter?" Tanyanya.

"Sepertinya bagian tulang rusuk terbentur, kita akan melakukan pemeriksaan X-ray untuk tau lebih lanjut. Bapak bisa lengkapi dulu data diri pasien, lalu kita lakukan secepatnya." Jelas dokter itu.

AFIA or ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang