tujuh belas ✓

16.4K 1.2K 47
                                    

"Lo beneran nggak kenapa-kenapa?" tanya Tristan untuk yang kesekian kalinya.

Alena yang sudah jengah pun berdecak, "Kenapa sih? Apanya yang kenapa-napa?!" Pasalnya sedari tadi ia memasuki kelasnya, Tristan terus-terusan bertanya hal yang sama.

"Ketos tadi nggak apa-apain lo? Lo langsung dibawa pergi tadi, ya gue takut aja Lo diapa-apain sama dia," kata Tristan dengan raut paniknya.

Alena terkekeh dalam hati, "Dia kakak gue," jawab Alena santai. Sedangkan Tristan, laki-laki itu melebarkan matanya terkejut. Jantungnya berpacu lebih cepat, yang benar saja! Berarti sedari tadi dirinya memaki ketua osis itu dihadapannya adiknya sendiri? Matilah ia.

"Lo serius?"

"Menurut lo? Ada tampang-tampang bohongnya nih wajah gue?"

"Aduh, kenapa lo nggak bilang? Dia marah nggak? Gue tadi ngatai dia lagi, dia nggak marah kan Len?" tanyanya bertubi-tubi, jelas saja dirinya panik. Ia baru menginjakkan kakinya disekolah ini dalam hitungan jam, dan ia sudah bermasalah dengan siswa lain disekolah ini. Ditambah siswa itu adalah seniornya, lalu diperparah dengan seniornya itu yang menjabat sebagai ketua osis di sekolahnya.

"Yeuu, cemen!" ejek Alena, tawanya perlahan terdengar.

"Gue serius, mukanya serem banget gilak," kata Tristan menggelengkan kepalanya.

"Alat tulisnya dikeluarkan!" perintah salah seorang anggota osis, menginterupsi mereka yang tengah mengobrol.

"Tuliskan moto hidup kalian di bawah nama pada tanda pengenal masing-masing."

"Langsung ya, jangan tunggu-tungguan," kata salah satunya lagi.

"Nanti kalau sudah, turun kebawah. Bawa bahan yang kemarin udah dilist dan di share ke kalian. Kebagian disuruh bawa apa?" tanyanya pada seorang murid yang duduk didepan, kepalanya terlihat mengangguk," Oke, berarti nanti yang perempuan tugasnya setelah ini kalian harus bisa kumpulin uang sebanyak-banyaknya dari kopi yang kalian bawa," katanya.

Alena mendengar beberapa protesan dari teman kelasnya, sebenarnya dirinya pun sama kesalnya.

"Udah protesnya? Buat yang laki-laki, kalian harus dapetin uang dari makeup yang kalian bawa. Nah gimana caranya? Itu terserah kalian, yang penting harus ada hasilnya. Ngerti?"

"Mas nggak bisa gitu dong! Ini bedak punya ibu saya, nanti kalau dijual besoknya saya tinggal nama gimana?"

"Iya kak! Mahal banget ini katanya," tambah salah satu murid.

"Iya anjir Len! Mana gue nyolong punya mami gue lagi, gimana ya?" bisik Tristan pada Alena.

Alena terkekeh mendengarnya, "Lo nggak bilang dulu emang?"

"Ya enggaklah, nanti malah nggak dikasih."

"Udah-udah! Lima menit lagi waktunya turun," sela osis itu memutus aksi protes di kelas itu.

***

J

am menunjukan pukul sebelas, Alena sedang berjalan mencari keberadaan kakaknya. Setelah berjualan kopi bersama Tristan dan teman-teman lainnya tadi, Alena kini sudah dengan tasnya, siap untuk pulang. Hanya saja ia belum bertemu dengan Rafi yang katanya akan menunggunya di depan ruang piket.

"Mana sih?" gumamnya, mengedar melihat sekeliling, matanya langsung tertuju pada sekumpulan orang.

Alena memutuskan melangkah mendekati mereka, "Kak!" panggilnya saat melihat Rafi lalu melanjutkan langkahnya mendekati Rafi.

"Wuiih, anak baru nih."

"Bening bet yan, sikat nggak?"

"Sikat dong!"

AFIA or ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang