empat puluh dua

4.9K 373 3
                                    

Alena tengah duduk di ruang keluarga, menunggu Bara yang sedang bersiap untuk pergi ke pusat perbelanjaan.

"Mana kakak kamu?" Tanya Harsa saat melihatnya duduk sembari sesekali menyuapkan keripik dari dalam toples.

"Masih mandi kayaknya." Alena hanya menoleh sekilas lalu kembali fokus pada layar besar dihadapannya.

Setelah kepulangan Rosa dari rumah sakit, Harsa memilih untuk bekerja dari rumah. Mengantisipasi setiap hal yang bisa saja terjadi.

Harsa mengusap lembut rambut Alena yang tergerai, "Mamah nangis tau." Ucapnya membuat Alena seketika menoleh dengan tatapan bertanya.

"Kenapa? Perutnya sakit lagi?" Tanyanya mendadak panik.

Harsa tersenyum sebelum menjawab, "Bukan, mamah takut kamu pilih mereka." Ucapnya memberi tahu kemudian terkekeh geli.

Alena hanya menghela napas, tak tau harus menanggapi bagaimana.

"Udah, itu jadi urusan papah."

Alena hanya mengangguk, matanya perlahan memburam. "Hei, gak boleh nangis." Harsa mengusap pipinya.

"Udah belum nih dramanya?" Suara kesal Bara mengalihkan perhatian mereka.

"Yaudah sana."

Seperti biasa, sebelum pergi mereka berpamitan. Bara melajukan mobilnya dengan kecepatan normal, sesekali laki-laki itu bersenandung mengikuti alunan musik yang sengaja diputar Alena.

"Uuuu..."

"Hahaha."

Drrttt drrttt

Keduanya berhenti saat sering telepon, dengan nama Yanto mengalihkan mereka.

"Halo." Sapa Bara setelah menempelkannya ke telinganya.

...

"Gue lagi dijalan, mau beli kado."

...

"Bukan sih, Lo ngomong sama Alen aja ini gue lagi nyetir." Bara segera memberikan handphonenya lalu melajukan mobilnya saat lampu lalulintas berubah menjadi hijau.

"Halo kak,"

...

"Enggak sih, tapi bisa juga sekalian."

...

"Ke mall yang deket kantor papah."

...

"Iya."

Alena memutuskan sambungannya, "Kak Ryan mau nyusul katanya." Ucapnya memberi tahu.

"Berarti kita beli buat kak Rafi juga?"

"Iya sih, sekalian." Bara menoleh sekilas.

Alena hanya manggut-manggut, lalu matanya menangkap layar handphone Bara yang baru saja menyala karena notifikasi pesan masuk.

"Siapa?" Tanya Bara yang masih fokus menatap depan.

"Icha."

"Siapa kak? Kok ada lope lopenya?" Alena bertanya dengan nada terkejut, menatap kakaknya itu penuh curiga dengan matanya yang memicing.

"Siapa? Pacar?" Alena menaik-turunkan alisnya.

"A-anu... Itu, anu..." Bara bergumam tidak jelas.

"Ciee, ahoy! Pacaran nih, harus bilangin papah!"

"Heh jangan!" Bara memekik terkejut.

"Kenapa?" Tanya Alena santai.

"Belum pacar." Ucap Bara yang sepertinya malu. Sungguh, wajahnya terlihat sangat halal untuk ditertawakan, Alena saja mati-matian menahan tawanya agar tidak menyakiti perasaan kakaknya itu.

AFIA or ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang