Satu tahun berlalu~"KAK CEPET!"
"Apasih?" Rafi keluar dengan wajah bantalnya.
"Kok belum siap sih? Kan kemarin udah janji mau pagi aja, ini udah jam berapa? Nanti kalau habis giman-"
Rafi menempelkan telunjuknya tepat didepan bibir sang adik, "Shuttt! Ini masih pagi banget sayangku, masih jam enam, belum ada mall yang buka," kata Rafi sedikit kesal.
Alena membelalakkan matanya, yang benar saja, apa katanya tadi? Jam enam? Cih, tidakkah kakaknya itu bisa melihat sorotan panas matahari yang menembus kaca besar dirumahnya itu? "Jam enam jam enam, ini udah jam sepuluh!"
Kini giliran Rafi yang membelalakkan matanya. Benar saja, setelah melihat kaca besar yang ditutupi helaian kain itu memancarkan semburat kuning, bibirnya terangkat.
"Makannya ayo, nanti habis dibeli orang," Alena mendorong-dorong tubuh Rafi menuju kamar mandi lalu menutup pintunya, membiarkan kakaknya itu membersihkan diri. Beralih, dengan cepat ia mengeluarkan baju yang akan Rafi gunakan. Setelahnya ia menghela nafas panjang lalu memutuskan untuk turun kebawah.
"Mana kakak kamu?" tanya Rosa setelah kakinya menginjak area ruang keluarga.
"Mandi, masa dia baru bangun, terus katanya ini masih jam enam," Alena bergabung mendudukkan dirinya di sofa sembari menunggu Rafi.
Hari ini hari Minggu, dan besok adalah hari Senin.
Tidak-tidak! Bukan hanya itu saja, besok adalah hari pertamanya menginjakan kaki di sekolah, tentu saja dirinya sangat antusias menyiapkan semuanya.
Rencananya hari ini, ia akan pergi bersama mamah dan kakaknya untuk membeli keperluan sekolah. Jika kalian bertanya kenapa baru h-1 mereka membelinya, alasannya adalah karena Rafi mengatakan "Kalau kita belinya di akhir-akhir pasti harganya udah miring, gakpapa, nggak akan kehabisan kok. Tunggu nanti ya?" padahal sebenarnya sama saja, tapi setelah Rosa membujuknya dengan alasan yang lebih masuk akal : "Kakak kamu itu masih ngurusin acara sekolah buat peserta didik baru besok, kamu tahu kan? dia sebenernya kan pingin ikut buat nemenin kamu belanja keperluan sekolah kamu. Jadi mau tetep sekarang apa nunggu dulu?" Jadilah baru sekarang ia bisa membelinya.
Beberapa bulan lalu keluarga itu telah membicarakan Alena yang ingin bersekolah. Harsa sebenarnya ragu, bukan hanya karena kesehatan gadis itu, tapi Alena tetap berusaha meyakinkannya dan pada akhirnya Alena diizinkan untuk sekolah, dengan syarat dirinya tidak boleh kelelahan dan harus tetap teratur dalam meminum obatnya.
Harsa juga tentunya tidak membiarkan putrinya itu bebas begitu saja, tetap ada pengawasan.
"Lama banget sih!" gerutu Alena kesal, menunggu Rafi mandi tidak pernah tidak menguji kesabarannya.
"Sabar, pingin banget sekolah ya?" Rosa yang gemas pun mencubit pipi berisi milik putrinya itu.
"Aku tu-"
"Pagi!!" Rafi dengan wajah tanpa dosanya terlihat melambaikan tangannya, menyapa setiap perabotan yang ia temui, "Ayo jalan!"
"Makan dulu."
"Mamah udah masak?"
"Udah."
"Kalian udah makan?"
"Udah."
"Langsung aja, Rafi nanti aja makannya."
Alena berdecak kesal, "Makan kak, disuruh makan ya makan," katanya lalu menarik Rafi ke meja makan, "Hus! Kata bang haji kalau nggak nurut sama ibunya nanti masuk selokan."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFIA or ALENA
Randomfollow dulu [LENGKAP] AFIA REYNA PRAMANA gadis yang terlahir triplets. Sempat merasakan kasih sayang, kehangatan, dan keperdulian dari keluarganya, hingga saat usiannya menginjak 12 tahun dengan alasan yang belum diketahui, ia dijauhi oleh orang tua...