empat puluh satu

5.4K 392 19
                                    

Bara menyeka keringatnya, menyipitkan matanya saat mendongak untuk kembali hormat pada tiang bendera dihadapannya.

Menghela napas saat tubuhnya sudah benar-benar lemas, tidak mengerjakan tugas membuat Bara berdiri disini. Tidak sendirian, ada beberapa teman disebelahnya.

"Neraka bocor anjir! Panas banget." Ucap salah satu dari mereka.

"Gue mau pingsan rasanya."

"Bu Atin ngeselin banget asli, udah dihukum, disuruh nyalin tugasnya lima kali."

"Iya anjing, dihukum ya hukum aja. Nyalin ya nyalin aja. Maruk amat jadi orang."

"Minta disantet emang, harusnya tuh dikasih sedikit ruang gitu buat napas, udah tau kemaren ulangan malah begini."

Begitulah kira-kira yang Bara dengar dirinya juga sama kesalnya namun sekarang, untuk menggerutu saja rasanya Bara tak punya tenaga. Matahari pagi yang baik untuk kesehatan tulang itu tetap saja terasa panas, keringatnya kembali bercucuran kepalanya mulai berdengung terasa pusing.

"Di minum."

Bara tersentak, dilihatnya tangan kanannya yang sudah menggenggam sebotol air mineral. Bara mendongak mengikuti punggung kecil yang sangat ia hafal itu menghilang di balik pohon. Senyumnya perlahan terbit, melihat sekitar lalu membuka botol air itu setelah memastikan tak ada guru yang melihat.

"Eh anjir bagi kali." Ucap temannya saat melihatnya. Kali ini menengguk air putih di bawah sinar matahari terlihat sangat nikmat dimata mereka.

"Bar bagilah."

"Gak." Sahut Bara membuat mereka mencebik kesal. Bara meletakan botol itu di samping kakinya lalu kembali mengambil sikap hormat. Matanya bergerak mengikuti pergerakan seseorang yang tadi memberinya minum, mata mereka bertemu. Bara tersenyum saat melihatnya mengepalkan tangannya lalu mengangkatnya seolah menyemangati.

Masih dengan senyuman yang mengembang, Bara kembali pada fokusnya.

Beberapa menit kemudian bel istirahat berbunyi, Bara menghela napasnya lega. Sedangkan teman-temannya tadi kini sudah terkapar di bawah, "Akhirnya."

Bara mendudukkan tubuhnya lalu meluruskan kakinya, menyenderkan punggungnya ke tiang bendera sembari menunggu Bu Atin datang.

Mengedarkan pandangannya matanya tak sengaja menangkap sosok Alena yang melangkah kearahnya. "Kenapa?" Tanyanya saat Alena sampai dihadapan, segera ia beranjak lalu membersihkan celananya.

"Enggak." Jawab Alena lalu duduk. Bara yang melihat Alena duduk segera mengikutinya. "Kenapa malah duduk disini? Gak ke kantin?"

"Sendiri, nanti aja bareng kak Bara."

"Lah Ryan kemana?"

"Ya gak tau lah."

"Tristan?"

Alena mendengus "Tristan marah," ucapnya kesal mengingat kejadian tadi.

"Marah kenapa?"

"Gak tau tuh! Gak jelas!"

Bara hanya terkekeh.

"Oh iya kak, Alfin ngajak kita ke rumahnya lagi." Ucap Alena membuat Bara menegakkan kepalanya. "Ngapain? Mau taktir sate lagi?"

"Ya enggak lah, bisa-bisa Alfin bangkrut nraktir kak Bara. Katanya tanggal satu besok Oma nya ulang tahun, terus mau diadain syukuran, gitu."

"Tanggal satu? Besok udah tanggal satu?!"

"Iya, tanggal satu."

"Eh?!" Alena menjentikkan jarinya teringat sesuatu.

AFIA or ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang