lima ✓

20.4K 1.3K 38
                                    


Hari ini Sabtu, hari yang umumnya ditunggu pelajar untuk bebas dari materi-materi pelajaran di sekolah. Hari ini juga, seperti yang Alia katakan, keluarga besar akan kembali datang untuk merayakan ulang tahun Oma Novi.

Suasana rumah kini sedikit ricuh karena saudara-saudara yang berkumpul tengah bermain, suara bayi yang menangis pun menambahkan keramaian rumah yang lumayan besar ini.

Saat semuanya sedang sibuk mempersiapkan segala macam persiapan ulang tahun untuk Oma, Afi hanya berdiam di kamar, bukan karena tidak mau membantu tapi karena memang tidak diijinkan.

Beberapa kali Afi mengintip untuk melihat mereka di bawah, entah mengapa Afi berfikir 'acara keluarga' adalah salah satu bentuk penyiksaan dari keluarganya. Dan entah benar atau tidak, Afi merasa mereka melakukan acara ini dirumahnya dengan maksud untuk menghukumnya. Hukuman dimana ia hanya bisa melihat kebahagiaan, dan tawa mereka tanpa ikut merasakannya, tanpa ikut terlibat membangun canda tawa hari ini.

Afi menghela napasnya, daripada matanya terus memperhatikan mereka yang tengah asik tertawa bersama, Afi lebih memilih untuk kembali memasuki kamarnya. Sebenarnya tadi, pagi-pagi sekali Alfin sudah menggedor-gedor pintu kamarnya, mengajaknya pergi keluar untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi hey! Pagi tadi benar-benar masih sangat pagi, matahari pun belum menampakkan dirinya, tapi Alfin sudah mengajaknya keluar rumah, jadilah Afi menolak ajakan Alfin.

Merebahkan tubuhnya, membiarkan matanya menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan bintang-bintang mainan. "Ya Tuhan, Afi lapar," gumamnya sembari mengusap perutnya sendiri.

Sedari pagi tadi Afi sudah menahan laparnya, tapi alih-alih turun untuk mengambil makan, Afi malah membiarkannya. Sampai tak lama, mata Afi mulai terpejam, gadis lapar itu tertidur masih dengan perut kosongnya.

***

Sore telah datang, matahari yang sudah bergerak pulang masih setia memancarkan sinarnya. Langit jingga yang membentang tampak sangat indah dari atas sini. Alfin yang tengah duduk di balkon kamar Afi, mengambil beberapa gambar langit itu dengan handphonnya. Menyeruput secangkir cappucino yang tadi sempat Ia buat bersamaan dengan cokelat panas yang berniat ia berikan untuk Afi, tapi saat melihat adiknya itu tertidur Alfin hanya meletakkannya di meja tanpa mau mengganggu Afi dengan membangunkannya. Kemudian sebelum keluar, Alfin berniat menutup tirai agar cahaya yang masuk tidak langsung menyorot mata Afi, tapi niatnya lagi-lagi urung kala melihat bentangan langit jingga yang menghiasi kota sore ini.

Sedari tadi pagi sebenarnya Alfin sudah berniat mengajak Afi keluar, tapi adiknya itu dengan keras menolak. Entahlah, Alfin juga bingung.

"Kak Alfin?"

Alfin menoleh seketika mendengar suara serak seseorang, ternyata Afi dengan wajah bantalnya sedang berdiri dibelakangnya dengan tangan yang menggaruk pipinya. Senyumnya terangkat, "Udah bangun ternyata,"

"Kenapa nggak dibangunin?" Afi ikut bergabung, duduk disamping Alfin.

"Nggak kenapa-kenapa," kata Alfin, tangannya terulur membenarkan rambut Afi yang sedikit berantakan. "Masih ngantuk?"

Alih-alih menjawab, Afi justru memeluk Alfin. Membiarkan kepalanya menyender pada dada Alfin, Afi kembali menutup matanya, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.

Alfin mengusap punggung Afi lembut, salah satu tangannya yang menganggur Ia gunakan untuk menggenggam cekalannya Afi pada pinggangnya, "Makan gih, itu ada nasi sama telur kecap," katanya.

"Kak Alfin yang goreng?" tanya Afi terdengar seperti gumaman.

"Iya, mau diganti dulu nggak nasinya?" tawar Alfin membuat Afi menggelengkan kepalanya. Alfin menghela napasnya, "Yaudah, ayo dimakan,"

AFIA or ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang