bab 22

83 3 0
                                    

hai hai hai semua,

aku nulis part ini waktu cuaca lagi mendung, mana suasana dingin, rasanya enak banget buat tidur.

nah daripada berlama lama mendingan kita langsung aja ke cerita Aretha.

jangan lupa vote sama tinggalin jejak kalian di komentar ya, makasi kalian semua :)

***

Selama perjalanan pulang Aretha benar benar merasa tidak tenang, Aretha takut jika Arion sempat membuka amplop hasil pemeriksaannya, Aretha merutuki dirinya atas kecerobohannya sendiri.

Namun jika Aretha melihat amplop itu, rasanya Arion belum sempat membukannya karena letak kertas dalam amplop yang masih sama seperti semula.

Terlebih lagi ketika Aretha meminta amplopnya justru Arion bertanya apa isi amplop itu, kalaupun Arion sudah membukannya pasti Arion akan bertanya lebih padanya.

***

Sesampainya Aretha di rumah, dia sudah melihat mobil papanya terparkir di garasi, entah apa yang akan dihadapinya setelah ini.

"Bagus Aretha, apa kerjaanmu hanya keluyuran selama kami tidak ada dirumah?" Tanya Abraham sambil menatap tajam ke arah Aretha.

Aretha hanya terdiam, entah ia harus menjelaskan yang sejujurnya, atau dia akan tetap menyambunyikan fakta bahwa dirinya sedang sakit.

"LO PIKIR SELAMA NGGA ADA PAPA SAMA GUE, LO BISA BEBAS?" Bentak Kenzie.

"Aretha habis keluar sebentar pa,bang." Jawab Aretha.

"Alah alesan aja lo, bilang aja lo habis keluyuran kan?" Ucap Kenzie.

Aretha hanya menggelengkan kepalanya, bahkan Aretha tidak tau apa lagi yang harus ia katakan pada kakak dan papanya.

"MASUK KE KAMARMU ARETHA, JANGAN SAMPAI SAYA MENGOTORI TANGAN SAYA UNTUK MENAMPAR KAMU!" Bentak Abraham kepada Aretha.

Aretha kemudian meninggalkan keduanya dan langsung pergi menuju kamarnya. Selama Aretha di kamar dia hanya termenung meratapi nasibnya yang sangat tragis.

 Aretha sudah bertekat untuk tidak ingin menangis seberat apapun masalahnya, Aretha cukup menjadi beban selama ini bagi keluarganya, Aretha tidak ingin menambah masalah dengan mengatakan penyakitnya kepada papa maupun kakaknya.

"Kapan Retha bisa bahagia Tuhan? Kapan Retha bisa ngrasain pelukan hangat keluarga, berbincang hangat di ruang makan? Kalo Retha boleh milih kenapa dulu bukan Retha aja yang mati? Kenapa harus mama? Bukannya Retha ngga bisa milih takdir ya Tuhan,

 tapi kenapa seakan – akan disini Retha yang salah, seakan – akan Retha yang bunuh mama, bahkan Retha pengen ngrasain gimana kasih sayang mama, dari kecil Retha ngga pernah dapetin kasih sayang mama bahkan abang sama papa!" Ucapnya berteriak di balkon kamarnya kemudian terisak.

Aretha merasa sedikit lega, bahkan angin sore yang bertiup menambah damai perasaannya, entah mengapa setelah Aretha mengeluarkan uneg – unegnya ia merasakan bebannya terkurangi.

Ketika Aretha sedang berteriak pada langit senja, ada seseorang yang mendengar semuanya di bawah, dia sedikit sadar apa yang dilakukannya memang cukup berlebihan pada gadis itu, namun dia menepis jauh rasa bersalahnya, dan orang itu adalah Kenzie Yuvan Mahawira.

***

Di tempat lain pula, ada sepasang remaja yang sedang berkeliling di salah satu tempat perbelanjaan yang cukup besar di Jakarta, keduanya tertawa seakan tidak ada beban, bahkan jika melihat tingkah keduanya pasti orang lain menyimpulkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

ARETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang