01: Festival

62 4 0
                                    

Aku menatap langit dan pepohonan rindang di hadapanku. Sinar matahari yang terik, burung-burung yang terbang dan hinggap di batang pohon perlahan ku salin di atas kertas.

"Ku dengar kamu akan bernyanyi diacara festival besok?" Luna duduk di sampingku bermain dengan kupu-kupu di tangannya.

"Benar" Aku menatap lukisanku memastikan bahwa Aku sudah puas dengan hasilnya.

"Kenapa tidak mengatakannya padaku?" Luna menoleh ke arah ku selagi jemarinya sibuk mengusap sayap sang kupu-kupu.

"Aku katakan atau tidak kamu pasti akan tahu" Aku merapihkan peralatan melukis satu-persatu. Luna adalah salah satu bangsawan di desa ini. Jadi, tidak heran jika dia mengetahui semua yang terjadi di desa ini.

"Tetap saja Aku ingin mendengarnya langsung" Ia bangkit dari duduknya dan membantu membawa beberapa kuas.

Aku sedikit terkekeh, "Tidak ada bedanya".

Tiba-tiba saja, Luna mengenggam lenganku. "Ellyna.." ucapnya.

Aku menoleh, menangkap netra Luna yang ternyata sedang menatapku lembut. Namun, mata yang biasanya berseri kini rasanya redup. Ia melepaskan genggamannya perlahan, "Aku akan lebih senang jika tidak mendengarnya dari orang lain. Rasanya mereka lebih tahu tentangmu, padahal kamu sahabatku".

Aku tidak pernah terpikir akan hal itu. Dadaku mulai terasa sesak begitu membayangkan Luna merasakan hal itu, Ia pasti sangat sedih. Perlahan Aku merengkuhnya dalam dekapan, "Maaf, lain kali aku akan mengatakannya padamu."

Aku bisa merasakan Luna mengangguk. Ia melepaskan dekapan itu, tersenyum, dan menatap ku dengan tatapan yang tidak lagi sendu.

Kami melanjutkan langkah menuruni bukit, kemudian melewati jalan besar untuk sampai ke rumah. Jaraknya tidak terlalu jauh, tidak pula terlalu dekat. Hanya rumah ke delapan dari bukit. Tentu saja rumah berukuran sedang dengan pekarangan yang luas, khas rumah-rumah di desa.

Kami melangkah dalam diam, menikmati suara serangga bersahutan, dahan pohon yang bergerak mengikuti angin, kicauan burung, dan suara rumput yang saling bergesekkan. Menghirup udara yang semakin sore akan semakin sejuk dan dingin.

Seiring dengan senja yang semakin tenggelam, kegiatan di desa semakin berkurang. Sebagian besar penduduk sudah kembali ke rumah, tidak ada lagi suara kesibukan atau kendaraan. Membiarkan alam mengambil alih bumi dengan aktivitasnya sendiri.

Beberapa menit kemudian, kami sampai. Kami duduk dan meletakkan perlengkapan melukis di atas teras. Mengistirahatkan otot-otot kaki yang lelah.

"Mau minum apa?" Aku bangkit dari duduk begitu merasakan tenggorokkanku yang kering.

"Maaf, Aku tidak bisa berlama-lama. Sudah ada janji dengan Luke." jawab Luna dengan ekspresi yang menunjukkan rasa bersalah.

Aku tertegun mendengar nama Luke. Luke adalah pasangan Luna, mereka bertemu di acara ulang tahun Ibu Luke. Bukan, Aku bukannya tertarik dengan pasangan sahabatku sendiri. Aku hanya.. entahlah. Pada umumnya pasangan akan saling bertemu diusia delapan belas tahun. Sebagian besar temanku sudah menemukan pasangan mereka, tapi tidak denganku.

Berbeda dengan mereka yang menanti-nantikan pertemuan dengan pasangannya, Aku malah menghindar. Aku harus melalui usia delapan belas tahunku tanpa bertemu dengannya. Kalau bisa, tanpa bertemu dengan siapapun.

Belakangan, Aku sedang mempersiapkan diri karena dua hari lagi adalah hari ulang tahunku yang ke delapan belas tahun.

Aku tersenyum berusaha mengurangi rasa bersalahnya, "Tidak apa-apa".

The Grey in MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang