14: Salah Sangka

12 1 0
                                    

Aku bangun pukul tujuh pagi, segera bergegas membersihkan diri, dan merapihkan barang karena memutuskan akan pulang sore ini. Aku merasa pergelangan tanganku berdenyut nyeri, sepertinya Allen sedang bertamu.

Aku menghela napas panjang, membuka pintu perlahan, dan memutuskan untuk pergi ke halaman belakang. Berusaha menjaga jarak dengan Allen.

"Nona, Tuan Alex mengundang Nona untuk sarapan bersama dengan tamunya" ucap salah seorang Pelayan yang baru saja menghentikan langkahku.

Deg- tidak. Tidak bisa. Bukannya mengunyah makanan, Aku malah akan membuat luka di mulut.

Aku mulai merasakan pergelangan tanganku semakin berdenyut nyeri selagi suara langkah terdengar mendekat. Untuk sepersekian detik, Aku menyembunyikan kedua tanganku di balik jubah. Membiarkan keduanya meremas satu sama lain, menyalurkan rasa sakit yang semakin perih.

"El, ayo kita sarapan bersama" Paman menepuk bahuku dan membawaku ke ruang makan. Diikuti oleh Allen, tanpa Sergio.

Aku duduk berhadapan dengan paman, Allen di antara kami. Perlahan dalam diam, tanpa beranjak dari duduk, Aku menggeser kursiku menjauh dari Allen. Tidak cukup jauh sampai Paman bisa menyadari perubahan letak kursiku, tidak cukup pula meredakan rasa sakit dari lapisan kulit yang disayat.

Pelayan mulai menyajikan makanan di atas meja, makanan yang bagiku terlihat mewah. Tentu saja demi menyajikan seorang Pangeran.

Susah payah Aku menyentuh sendok dan garpu, melahap makanan, kemudian menyembunyikan kedua tanganku di bawah meja, meremasnya. Terus seperti itu, sampai Aku tidak fokus dengan perbincangan yang sedang berlangsung hingga namaku disebut oleh Paman.

"Ini Ellyna, keponakan Saya. El, ini Allen calon pengusaha terbaik di kerajaan ini" ucap Paman ke arah Aku dan Allen bergantian.

Aku hanya tersenyum mengangguk ke arah Allen, seperti biasa, terintimidasi dengan tatapannya. Sebenarnya ada yang unik dari cara Paman mengenalkan Allen, tidak menggunakan gelar yang selama ini disegani banyak orang, tapi menyebutnya dengan jabatan lain.

"Sayang ya, Sergio tidak bisa ikut karena pasangannya sakit" ucap Paman di sela-sela makannya.

Aku menelan makanan dimulut, "Beruntung yang jadi pasangannya, Sergio Pria yang baik" ucapku sedikit terbata-bata akibat menahan rasa sakit.

Paman sedikit terkekeh, sementara Aku bisa merasakan Allen menoleh ke arahku.

"Sepertinya kalian sudah mengenal dengan baik ya" ucap Paman mempertahankan topik.

Aku mengangguk, "Di danau kami banyak berbincang". Aku meneguk segelas air sebelum melanjutkan, "Dia perhatian dan normal seperti manusia pada umumnya".

Paman lagi-lagi terkekeh, "Memangnya kamu pernah bertemu manusia yang tidak normal?".

"Pernah, sering. Tidak normal karena tidak punya rasa manusiawi" ucapku melirik ke arah Allen yang entah sejak kapan sudah selesai dengan makanannya.

Ia meletakkan kedua alat makan, kemudian mendengarkan kami.

"Kalian juga akan menemukan pasangan yang baik. Lebih perhatian dan lebih manusiawi dari Sergio ya, El" ucap Paman.

Aku mengangguk, sedikit terkekeh, sambil tersenyum hingga menunjukkan barisan gigiku. Tidak perlu lebih, tidak perlu berpikir sejauh itu, berhasil melewati usia ini dengan selamat dan tentram saja bagiku sudah cukup.

Tidak lama kemudian, kami menghabiskan seluruh makanan bahkan sampai makanan penutup. Allen berpamitan hendak melanjutkan pekerjaan, kemudian Paman membawaku duduk di gazebo yang letaknya di belakang rumah.

The Grey in MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang