Dua puluh september, kue pesanan ratu sudah ku siapkan sejak semalam. Pagi ini Aku hanya perlu menghiasnya. Lapisan luar dengan gradasi warna putih dan merah muda, bunga mawar merah di salah satu sisi, serta taburan bubuk stawberry di atasnya.
Di sisi lain, Claire sedang sibuk membuat kotak pembungkusnya. Dihias sedemikian rupa dengan motif mawar dan pita.
Pukul tujuh pagi, kami selesai. Aku meletakkan kue ke dalam ice box, menyerahkan box dan kotak pembungkusnya secara terpisah pada Megan, kemudian melepas kepergian Megan.
Hari ini tidak ada yang berbeda, kepergian Megan bukan berarti kami bisa beristirahat dan melakukan apapun yang kami ingin. Layaknya hari-hari sebelumnya, seluruh jadwal berlaku, tidak ada yang berubah.
Tanpa sadar, jam cepat berlalu, seluruh kegiatan bisa membuatku lupa dengan acara di luar sana. Acara meriah yang akan diramaikan dan disambut oleh seluruh rakyat kerajaan Goldstain.
Pukul empat sore. Aku dan Claire sedang di ruang belajar, sibuk membaca buku masing-masing.
Tiba-tiba saja, Aku menggigil, tubuhku rasanya lelah dan tidak bertenaga. Aku menjatuhkan kepalaku di atas meja, suara benturannya membuat Claire menoleh ke arahku.
"El? Jangan tidur" ucapnya tanpa beranjak.
Alih-alih mengangkat wajah dan kembali belajar, Aku mengeratkan jubah merahku pada tubuh. Berusaha menghangatkan tubuh yang kedinginan. Detik itu, telapak tangan mendarat di keningku.
"El? Kamu demam!" ucap Claire.
Claire menopang tubuhku, membawaku ke dalam kamar, meletakkan tubuhku di atas kasur, dan menutupku dengan dua lapis selimut.
Untuk beberapa saat, Ia pergi dan kembali dengan obat-obatan, air hangat dan handuk.
"Istirahatlah" ucap Claire usai memaksaku menelan salah satu obat.
Tanpa menundanya lebih lama, Aku memejamkan mata, dan membiarkan diriku terlelap.
Beberapa kali Claire membangunkanku hanya untuk makan dan minum obat, kemudian membiarkanku kembali terlelap sampai Megan datang bersama dokter.
Dokter hanya memberi tambahan obat-obatan dan mengatakan padaku untuk istirahat.
Butuh lima hari hingga Aku benar-benar pulih. Selama lima hari pula Aku iba dengan Claire yang harus melakukan semuanya sendiri. Memasak, piket, membersihkan peralatan makan, serta mengantarkan makanan padaku. Oleh karena itu, Aku jadi lebih giat membantunya.
Hari demi hari berlalu, fakta bahwa Allen telah memutuskan ikatannya denganku masih melekat dengan jelas.
Awalnya, Aku mengabaikan semua perasaan itu. Aku berusaha menerima semuanya, bahkan hampir bisa melepaskan Allen sepenuhnya tanpa amarah dan kecewa.
Tapi, tidak lagi. Tidak lagi setelah kemampuanku menjadi lemah.
Saat itu, evaluasi akhir pekan, Megan mengajukan pertanyaan sederhana, "El, Haruskah saya makan kerang untuk makan malam?" tanyanya.
Aku tidak merasakan apapun dan dengan percaya diri menyetujui ucapannya. Setelah itu, muncul bercak merah pada kulit Megan. Ia mengeluh panas dan gatal, Aku dan Claire memanggil dokter. Katanya Megan alergi dengan kerang.
Padahal belakangan semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja. Tapi, kini seluruh keberanian dan pengorbananku, semua argumen dan perdebatan dengannya. Nada tinggi, emosi, ditambah dengan jiwa yang letih dan sakit, serta perjuanganku selama berbulan-bulan untuk mengenal kemampuan ini. Semuanya sia-sia.
Aku berdiri di depan cermin, melepas jubah merah, dan kemeja. Melihat tanda di balik bahu kanan, tanda yang tidak lagi sejelas sebelumnya, tanda yang sudah pudar.
Tanda itu menjadi satu dengan goresan bekas luka cambuk. Luka yang membawa ingatanku kembali pada wajah Ibu yang pucat dan tubuhnya yang kurus.
Ah, tentu saja. Allen tidak akan bisa menerimaku dengan keadaanku yang seperti ini. Bagai perkakas yang semula dipuja-puja karena fungsinya, kemudian ditinggalkan saat rusak.
Aku terkekeh menertawakan diri dengan perumpamaan yang baru saja terlintas dibenakku. Dipuja oleh siapa? Bagaimana rasanya dipuja? Aku kan tidak pernah.
Aku mengalihkan pandanganku dari cermin, kembali mengenakan pakaian, dan duduk di pinggir ranjang.
Selama bertahun-tahun Aku membayangkan memiliki kemampuan yang diturunkan sejak lahir. Mengenakan jubah merah dan membantu orang banyak dengan kemampuanku.
Aku sudah hampir sampai, sedikit lagi, hanya tersisa satu anak tangga. Setelah melakukan semuanya dari awal, berdebat dengan diri, menentang kerajaan, menerima cambuk, mengorbankan Ibu, berbulan-bulan diasingkan dari dunia luar, membaca belasan buku, mengenal kemampuan, dan mengasahnya hingga tajam.
Semua itu tidak mudah, tapi Allen menghancurkannya. Hanya dalam satu hari, Ia menjatuhkanku pada anak tangga pertama. Padahal Allen bisa saja menerima tawaranku dengan itu, maka kami akan mendapatkan resiko yang sama.
Apakah menyenangkan menjadi egois? Mungkin menyenangkan bagimu. Tapi Aku bagaimana? Setelah Allen dan pasangannya menikah, tanda ini akan sepenuhnya hilang dan kemampuanku akan benar-benar hilang.
Kehilangan Kakak, Ayah, teman, bernyanyi, melukis, pasangan, dan kini kemampuan. Apalagi? Setelah itu apa? Setelah kemampuanku hilang, Aku harus apa?
Tak bisa menangis, bahkan air mata pun bisa lelah. Rasanya apapun pilihan dan apapun yang Aku lakukan tidak berguna. Tidak membuahkan hasil, semuanya hanya sia-sia.
Selama ini Aku hanya melangkah dalam ruang yang gelap, tanpa arah dan tujuan, berhasil tiap kali melewati rintangan dan jurang, tapi selalu tertangkap monster di dekat pintu keluar. Tidak pernah berhasil keluar, hanya berputar-putar dalam ruang bersama harapan yang semakin lama semakin pudar. Aku, kehilangan arah.
Bersama dengan seluruh emosi dan penyesalan. Aku membuka logbook, menulis tentang tanda lahirku yang semakin pudar, serta kemampuanku yang melemah.
Aku menyerahkannya pada Megan di evaluasi akhir pekan. Setelahnya, Megan menatapku iba dan membiarkan Aku memilih buku untuk pelajaranku selanjutnya.
Katanya, Aku tidak perlu fokus pada kemampuanku. Sekarang Aku bisa mempelajari dan membaca apa yang ingin kupelajari.
Bulan selanjutnya, saat Megan melaporkan perkembangan Aku dan Claire pada pihak kerajaan, Megan bertanya tentang hukumanku. Mereka bilang, dua tahun. Satu tahun lagi sampai Aku bisa keluar dari rumah karantina ini.
Selama satu tahun penuh, Aku mendedikasikan diri membuat keramik untuk Luna dan Ibu.
Hidup bagai mayat, tanpa gairah, semangat, dan tujuan. Bagai robot yang hanya melakukan seluruh aktivitas yang sudah diprogram sampai saatnya diperbaharui oleh penciptanya.
Hanya tubuh yang bergerak dan mulut yang sesekali berucap. Tanpa jiwa dan perasaan, hanya pandangan kosong tanpa tanda kehidupan.
Tapi belum, Aku belum menyerah dengan peperangan ini. Aku hanya tersesat dalam hidupku sendiri. Tak tahu arah dan jalan keluar. Rasanya Aku tidak lagi mengenal diri sendiri. Tidak lagi punya keinginan, semua makanan terlihat sama, tidak peduli dengan rasa sakit dan iba. Hanya seonggok tubuh yang melakukan rutinitasnya, tubuh yang telah mati rasa.
Pada akhirnya, Aku berhasil melalui usia delapan belas tahun ku serta melalui hukumanku. Satu tahun kemudian, Aku diizinkan untuk keluar dari rumah karantina.
Bersama ilmu yang ku dapat, dua buah syal dari Claire, pelukan hangat dari Bu Megan, serta seperangkat alat makan yang ku buat untuk Ibu dan Luna, Aku berpamitan.
Claire dan Bu Megan tersenyum selagi melepas kepergianku. Aku membalasnya, tersenyum kaku, sekedar formalitas salam perpisahan tanpa menaruh hati di dalamnya.
Prajurit kerajaan menjemput, menutup mataku, dan membawaku menuju perjalanan yang panjang sampai rumah.
-The Grey in Me-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Grey in Me
RomanceEllyna harus melalui usia delapan belas tahunnya dengan hati-hati. Menghindar dari seseorang tanpa tahu siapa yang harus dihindari, tanpa tahu apa penyebab dan alasannya. Hanya bermodal ucapan Ayahnya sebelum pergi 'Berhati-hatilah, dia berbahaya'. ...