07: Ketuk Palu

10 1 0
                                    

Hari ini Aku bangun lebih awal, pergi menuju halte bus, dan menunggu bus yang pergi menuju kota.

Tidak butuh waktu lama, bus itu datang. Aku sudah menduga berangkat pukul tujuh pagi menggunakan bus antar kota akan sangat sulit. Aku harus berdesak-desakkan dengan para pejuang nafkah.

Lebih baik seperti ini, lebih baik berdesak-desakkan daripada harus bertemu dengan Allen dan teman-temannya jika berangkat terlalu siang.

Hari ini Aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kota, hendak mencari tahu penyebab dari rasa sakit yang ku alami, arti bintang abu-abu, dan tanda-tanda pasangan sudah dekat. Aku butuh alasan yang kuat untuk bisa bertahan selama tiga ratus enam puluh dua hari ke depan.

Bus berhenti tepat di depan pekarangan perpustakaan kota, Aku bersama beberapa orang lain turun, kami melangkah bersama menuju gedung perpustakaan yang bertingkat.  Besarnya seperti gedung yang digunakan untuk pameran.

Aku membaca petunjuk arah dengan teliti. Salah satu panah bertuliskan sejarah mengarah ke sisi kanan perpustakaan, Aku melangkah hingga menemukan ruang bertuliskan hal yang sama.

Suasana ruang cukup sepi, mungkin karena masih terlalu pagi. Hanya ada lima orang yang sudah sibuk dengan bukunya masing-masing.

Aku menyusuri barisan rak berisi buku-buku sejarah. Mencari sesuatu yang mungkin bisa menjawab pertanyaan terbesarku. Aku mengambil tiga buah buku yang berisi tentang sejarah kemampuan spiritual dan koneksi antar pasangan.

Aku sudah menghabiskan waktu hampir setengah hari, tapi tidak ada yang benar-benar bisa menjawab pertanyaanku. Hanya satu yang bisa ku kutip,

'Pasangan (soulmate) bagai dua insan yang terikat benang merah. Pada usia delapan belas tahun, benang itu akan tarik menarik hingga keduanya bertemu dan saling menaruh hati. Usai menaruh hati, kemampuan keduanya akan terkoneksi sehingga lebih mudah dikendalikan.

Jika, hati salah satunya tak sampai benang itu akan putus dan tanda itu akan pudar seiring dengan melemahnya kemampuan pasangan yang ditinggalkan.

Takdir tidak memaksa, tidak pula mencekik, beberapa takdir bisa dirubah karena hati tak bisa diarahkan. Jika, hati berlabuh dengan yang lain dan keduanya sepakat untuk memutus ikatan, maka tidak ada kemampuan yang hilang. Keduanya hanya akan kesulitan mengendalikan kemampuan masing-masing selama hidupnya..'

"Hai, El"

Suara seseorang mengejutkanku, Aku menutup buku yang sedang ku baca, dan menoleh ke arah Harris yang ternyata sudah duduk di hadapanku. Membiarkan meja memberi batas aman.

Tidak. Tidak aman. Tiap kali ada Harris, pasti ada Allen dan Sergio.

Enggan menanggapi keberadaannya, Aku merapihkan buku-buku itu, meletakkannya di meja tempat buku yang sudah selesai dibaca, kemudian bergegas keluar perpustakaan. Namun, belum sampai pintu, Harris sudah lebih dulu menahan lenganku. Kami berdiri dekat meja penjaga perpus yang jaraknya sepuluh langkah dari pintu masuk ruang sejarah.

"Jangan pergi, sudah lama kita tidak bermain" ucap Harris berbisik. Ia tersenyum sambil membenarkan letak kacamatanya.

Aku memberontak hendak melepaskan genggaman. Ia melepaskan, tapi tangannya yang lain dengan gesit menjatuhkan vas bunga dari meja penjaga perpustakaan. Membuat semua mata menoleh ke arah kami, termasuk penjaga perpustakaan.

Penjaga perpustakaan membawa kami keluar ruang, menuju lorong yang sepi, kemudian mulai menanyakan kronologi vas bunga yang sudah pecah berkeping-keping. Harris tidak menjawab, Ia tersenyum selagi menatapku dalam diam. Seakan sedang memberiku kesempatan untuk menjelaskannya.

The Grey in MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang