37: Aku dan Kegagalanku

6 2 0
                                    

Keadaan di desa sudah berubah, lagi. Warga tidak lagi membicarakan atau bertanya tentang jubah merah dan darimana Aku datang. Mungkin, sudah bosan. Mungkin pula, sudah kehabisan topik. Aku tidak peduli. Meski sudah sedikit lebih kondusif, rasanya tetap berada di tempat asing.

Matahari mulai tenggelam, Aku menatapnya dari tempat kesukaanku, di atas bukit. Menatap warga yang bergegas pulang ke rumah masing-masing usai bekerja dengan giat.

Tiba-tiba saja, Aku merasa seseorang mendekapku dari belakang. "Selamat datang kembali" ucapnya.

Luna duduk di sampingku dengan wajah yang lelah usai mengerjakan projek. Aku berbalik dan membalas dekapannya hangat.

"Semua baik-baik saja?" Ia meluruskan kakinya dan berbaring di atas rumput.

Entah, sejak berbincang dengan Ibu perasaan ku menjadi tidak tenang. Masalahnya adalah Allen yang hanya mengatakan sebagian kisahnya padaku. Sebagian yang lain dilengkapi oleh Ibu kala kami makan siang bersama.

Katanya, setelah Ibu kembali dari rumah sakit, Allen datang ke rumah untuk menemui Ibu. Ia minta maaf karena lalai menjaga Aku dan Ibu.

Karena ingin tahu lebih banyak, Ibu izin untuk menggunakan kemampuannya. Allen yang saat itu merasa kesulitan menyusun kata mempersilahkan.

Ibu melihat Allen bertengkar dan beradu argumen dengan para dewan tata tertib. Memperjuangkan hukuman rumah karantina tanpa cambuk. Kontra dengan hukuman penjara dan pengasingan. Ia bahkan sempat berargumen dengan Raja dan Ratu, beruntung Ratu berada dipihak sang anak.

Sayangnya, Allen kalah. Hukuman itu diputuskan. Lalu, tanpa diduga Ibu mengajukan diri. Hari itu, Allen menyesali keputusannya.

Dua tahun berlalu, Allen kembali datang dengan permintaan maaf. Ia berkata orang yang melaporkan keluaga kami adalah Harris. Tentang Harris, Ibu mengatakan padaku untuk bertanya langsung pada Allen. Katanya, terkadang ada hal-hal yang sulit diucapkan. Tidak bermaksud menutupi, hanya merasa lebih baik jika disimpan.

Tidak bisa diterima, karena lagi-lagi Aku salah. Lagi-lagi prasangka burukku ditepis. Kalau saja Ia mengatakanya sejak awal, Aku tidak akan merasa sebodoh ini. Kalau saja Aku tahu kondisinya, Aku tidak akan memaki.

"Ada yang ingin ku katakan tentang Harris" ucap Luna begitu tidak mendengar tanggapan.

"Apa?" tanyaku.

"Dua minggu setelah kamu pergi, Allen mengatakan pada kami kalau Harris mundur dari projek tanpa menjelaskan penyebabnya" Ia memulai penjelasannya.

"Karena merasa ganjil, Aku bertanya secara pribadi pada Allen" Luna bangkit dan duduk. Netranya menatapku berkaca-kaca, wajahnya muram.

"Katanya, Harris yang melaporkan kamu pada dewan tata tertib. Sekarang dia sedang menjalani hukumannya" ucapnya.

"Dimana dia?" tanyaku yang sudah tidak lagi terkejut.

"Kalau mau menemuinya, kamu harus menunggu dua tahun" ucapnya tanpa menjawab. Merasa terdesak, Luna melanjutkan, "Dia diasingkan. Tidak ada yang tahu dimana keberadaannya sekarang".

Kenapa.. Allen bisa mengatakannya pada Luna, tapi tidak bisa mengatakannya padaku. Percaya, katanya.

"Saat itu Allen terlihat kacau. Merah dan biru menguar dari tubuhnya" lanjut Luna yang ternyata masih suka diam-diam menggunakan kemampuannya.

The Grey in MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang