Hari ini Aku berhasil ikut kelas sastra dengan tenang dan nyaman. Tanpa gangguan, tanpa kehadiran sosok yang tidak diharapkan. Kelas selesai pukul dua belas siang. Aku pulang ke rumah paman untuk makan siang, setelah itu membantu paman memanen jagung hingga hari menjadi petang.
Usai makan malam, Aku berpamitan untuk pergi ke danau. Paman mengizinkan dengan syarat tidak pulang terlalu larut. Sebelum pergi, Aku teringat roti dan susu yang dibawakan oleh Sergio kemarin malam.
"Paman, terima kasih untuk roti dan susu kemarin malam" ucapku.
Paman menatapku sambil mengerutkan keningnya, seakan sedang memastikan pendengarannya.
"Yang Paman titipkan pada Sergio" lanjutku.
"Paman hanya titip pesan untuk tidak pulang terlalu larut" ucapnya masih mengerutkan kening.
Untuk sepersekian detik, netra Paman berbinar, Ia tersenyum, dan melangkah menuju ruang makan.
Tidak lama sampai Paman kembali dengan membawa satu bungkus roti. Ia menyerahkan roti itu padaku, "Roti ini?" tanyanya.
Aku meraih roti tersebut, memperhatikan logo rasi bintang berwarna keemasan dikemasannya. Jujur saja, semalam Aku tidak sempat mengobservasi roti itu. Bentuk kemasan dan logonya, Aku tidak tahu. Semalam sudah terlalu lapar, cahaya di danau juga remang. Sehingga Aku tidak sempat memperhatikan, terlanjur dibuang ke tempat sampah. Aku sudah menyelam ke dalam ingatan tadi malam dan hal yang ku ingat hanyalah bentuk roti yang bulat dan rasanya, cokelat.
Melihat ekspresiku yang kebingungan, Paman melanjutkan ucapannya. Ia menjelaskan situasi semalam, katanya kemampuan Sergio adalah pendengaran yang tajam. Saat Paman berbincang dengan Sergio dan Allen di ruang tamu, Sergio tiba-tiba saja menoleh ke arah pintu. Kemudian, Paman berkata pada keduanya 'mungkin itu Ellyna, keponakan Saya'. Setelah itu, Allen dan Paman melanjutkan percakapan mereka sementara Sergio memutuskan untuk keluar guna memastikan ucapan Paman.
Saat itulah Paman menitipkan pesan untukku dan Sergio mengambil tiga buah roti di atas meja. Kata Paman, Roti itu adalah roti kesukaan pasangan Sergio. Tiap kali Sergio bertamu ke rumah Paman, Ia akan membawa dua sampai tiga roti untuk pasangannya. Sebab itu, Paman membiarkan Sergio mengambil roti sebanyak apapun dan tetap berbincang dengan Allen.
Usai mendengar penjelasannya, Aku berpamitan dan melangkah menuju danau.
Aku duduk di tepi danau, menggulung celana hingga betis, membiarkan telapak kaki hingga betisku basah di dalam air danau yang dingin. Sesekali bergerak, membentuk gelombang-gelombang kecil di permukaan.
Suara gemericik air, jangkrik bersahutan, dan rumput yang bergerak terdengar lembut ditelinga. Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
Seandainya hidup bisa setenang dan senyaman ini. Tidak perlu memikirkan pilihan yang sulit, menghadapi yang tak terduga, bahkan bertarung dengan jati diri.
Ingin rasanya bertanya pada seseorang. Mendengar pendapat, pandangan, dan saran yang baru. Tapi, Siapa? Aku tidak bisa mengatakannya pada siapapun, harus tetap menjaga dan menyimpannya sedirian.
Waktu semakin tipis, cepat atau lambat Aku harus memutuskan. Semua pilihan memiliki resikonya masing-masing. Ini tentang resiko apa yang ku pilih, resiko macam apa yang masih dapat ku toleransi. Resiko yang sekiranya hanya akan berdampak pada diri sendiri, tidak pada orang lain disekitarku.
Jangan berekspektasi terlalu tinggi, jangan pula menganggap remeh, karena pada dasarnya perjalanan hidup itu tidak mudah. Kerikil akan selalu ada, resiko atas setiap kerikil yang dipindahkan pun ada. Belum lagi tersesat akibat tidak adanya petunjuk jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Grey in Me
RomanceEllyna harus melalui usia delapan belas tahunnya dengan hati-hati. Menghindar dari seseorang tanpa tahu siapa yang harus dihindari, tanpa tahu apa penyebab dan alasannya. Hanya bermodal ucapan Ayahnya sebelum pergi 'Berhati-hatilah, dia berbahaya'. ...