10: Di Luar Lingkaran

11 1 0
                                    

Usai kejadian itu, Aku enggan pergi ke perpustakaan atau sekedar melangkahkan kaki di kota. Rasanya melelahkan, pertahananku terkikis.

Hari ini Aku memutuskan untuk menenangkan diri. Tentu saja, bukan melukis di bukit karena Allen dan teman-temannya pernah melewati tempat itu. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan kembali. Aku ingin mencari tempat singgah ku yang baru.

Aku melangkah menaiki bukit, hingga sampai ke puncak bukit, tempat Aku melukis. Setelah itu, berjalan ke arah kiri menyusuri tepi sungai. Sepanjang menyusuri sungai, Aku menemukan jembatan. Jembatan asing yang baru pertama kali ku lihat.

Aku menyebrangi sungai menggunakan jembatan. Semak belukar yang liar dan pohon besar menghalangi jalan keluar jembatan. Aneh sekali, membangun jembatan tapi tidak membuka jalan di seberangnya.

Aku melangkah, menyusuri semak. Tidak peduli dengan daun-daun yang sudah menusuk jubah atau suara-suara hewan yang tidak ku kenal. Jalan itu cukup panjang, setara dengan perjalananku dari rumah menuju bukit. Tapi, setelah melalui semak belukar itu mataku dimanjakan oleh hamparan bunga daisy putih.

Tidak jauh dari kebun bunga, ada rumah sederhana berukuran sedang, di sisi kanan terlihat danau bewarna hijau yang luas.

Tempat ini dikelilingi oleh semak belukar dan pohon-pohon besar. Mengasingkan tempat ini dari dunia luar.

Aku melangkah mendekat ke arah rumah yang sepertinya tidak berpenghuni. Berkeliling menatap bunga daisy yang sedang mekar. Kemudian, duduk di tepi danau. Pemiliknya sangat beruntung memiliki tempat ini.

Saat sedang menikmati indahnya pemandangan, suara langkah seseorang terdengar. Entah apa yang sedang kupikirkan saat itu, Aku bergegas untuk bersembunyi di balik rumah. Semakin dekat, pergelangan tanganku terasa semakin perih. Allen. Tapi, langkah itu tidak hanya satu.

"Ah, Aku tidak suka ke tempat ini, jubahku jadi kotor" ucap Harris mengerucutkan bibirnya.

"Tidak ada yang menyuruhmu ikut" ucap Allen acuh.

"Aku lelah" ucap Harris yang sedang bersandar pada tembok menunggu Sergio membuka pintu. "Biarlah temanmu istirahat sejenak sekalian mengantar kue untuk, El" lanjutnya.

"Terserah" ucap Allen yang masuk ke dalam rumah lebih dulu, membiarkan Harris dan Sergio mengikutinya.

Dengan jarak sejauh ini, pergelangan tanganku hanya berdenyut nyeri. Tidak lama kemudian, Sergio dan Harris keluar dari rumah itu. Keduanya seperti sedang tergesa-gesa.

"Sial, Aku belum sempat memejamkan mata" ucap Harris menggerutu sepanjang perjalanan.

Entah apa yang terjadi, selama tidak ada kaitannya denganku, Aku tidak peduli.

Aku terdiam di tempatku, menunggu hingga Sergio dan Harris benar-benar pergi. Namun, saat suara langkah keduanya masih terdengar samar. Pintu itu kembali terbuka.

Allen melangkah keluar dari dalam rumah, mengambil satu bunga daisy dan memetik kelopak bunganya satu persatu selagi melangkah menuju danau. Seakan membuat jejak.

Langkahnya terhenti dipinggir danau. Ia melepas jubah dan kemeja putihnya. Deg-
Jangungku berdetak dengan cepat. Sangat cepat sampai rasanya hampir terlontar keluar. Dari jarak sejauh ini, terlihat samar punggung dengan tanda lahirnya. Bentuknya setengah singa dan anjing. Bentuk yang tidak asing. Aku menatap tanda itu lamat-lamat. Berusaha merekamnya dalam otak hingga Allen melangkahkan kakinya ke permukaan danau. Membiarkan tubuhnya lenyap di balik permukaan, dan basah di selimuti air yang dingin.

Dari sekian banyak orang di negeri ini, dari sekian banyak penduduk di kerajaan ini, mengapa Allen?

Dadaku menyerngit perih, tubuhku bergetar, selagi memperhatikan Allen yang belum juga kembali ke permukaan. Aku memutuskan untuk melangkahkan kaki, hendak pergi dari tempat ini. Berjalan sedikit lebih jauh melalui jalur semak-semak.

The Grey in MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang