Halo?
SUARA PECAHAN kaca membuat ratusan tamu undangan yang sedang menikmati pesta ulang tahun, menoleh pada si gadis lugu pemilik acara dan gadis cantik bergaun navy yang hanya mematung kaku. Terkejut atas tindakan sang sepupu yang tiba-tiba.
Sebuah isakkan membuat mereka tersentak, Amera--si gadis yang berulang tahun menatap sedih pada Avesya.
"Kamu tega banget, Kak," lirih Amera terluka membuat Avesya menatapnya tak mengerti. Dengan gerakan anggun, Avesya menyimpan gelas yang ia genggam di meja sebelahnya.
Gadis itu masih tak mengerti saat Amera tiba-tiba menyenggol sebuah gelas dengan sengaja tepat di sebelahnya lalu terisak.
"Apa kakak mau ngancurin pesta Mera?" Mereka termasuk Avesya sendiri tampak terkejut.
"Maksud kamu apa, Amera?" tanya Avesya dengan lembut namun terkesan dingin. Gadis yang selalu dituntut untuk menjadi si sempurna itu tak mungkin melupakan etika yang diajarkan oleh sang ibunda.
"Kamu barusan ngancam Mera!" pekik Amera. Ia terisak semakin hebat, "kakak gak suka Amera tinggal di sini, kan?"
"Maksud kamu apa, Amera?" ulang Avesya tak habis pikir. Suaranya naik seoktaf membuat mereka terkejut. Itukah gadis anggun dan lemah lembut dari keluarga Darwangsa--keluarga konglomerat terkenal.
Beberapa kolega bisnis sang ayah mulai menatap pemandangan itu dengan berbagai ekspresi, kebanyakan dari mereka tampak menghakimi Avesya.
"Apa-apaan kamu, Avesya?!" Suara berat nan tegas itu membuat Avesya menoleh, "keterlaluan kamu!"
"Apa yang dikatakan Amera, benar?" Avesya menatap ayahnya terluka. Gadis itu menggeleng cepat.
"Apa maksud Papa, Papa tidak percaya Vesya?" tanya Avesya kecewa, "Meskipun Tante merebut posisi Mama, Avesya tidak mungkin melukai sepupu Avesya sendiri." Gadis kaku, terbiasa berkata baku, menjunjung tinggi kehormatan keluarganya. Si sempurna dan siswi kebanggaan sekolah untuk pertama kalinya berani berkata demikian membuat keluarga besar Darwangsa bahkan tamu-tamu merasa terkejut.
"Apa maksud kamu Avesya?" tanya Diani, ibu dari Amera. Diani adalah adik ipar dari ayahnya.
"Cukup bersandiwara Tante, Avesya tidak pernah membenci Tante ataupun Amera. Tapi kenapa kalian berulang kali memfitnah Avesya?"
"Avesya!" teriak Juan--Papa Avesya.
"Masuk ke kamarmu!" Avesya menatap sang ayah kecewa namun kemudian ia patuh, Avesya tidak pernah berani melawan sang ayah. Avesya tidak pernah berani berkeluh kesah, Avesya tidak pernah berani berpendapat. Ia patuh, ia bagaikan robot bagi keluarganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT GIRL'S NOT ME
FantasyMereka tentu saja terkejut, atas perubahan dari seorang gadis berwatak dingin yang bahkan tetap diam saat semua orang menyudutkannya. Putri bungsu dari putra pertama keluarga Darwangsa yang dulu menatap mereka dingin, kini terang-terangan memandang...