CHAPTER 39

2.6K 167 6
                                    

Keir jelas telah mencari tahu semuanya tentang gadis itu, nama lengkapnya, Avesya Kaera Darwangsa. Gadis itu dikenal kaku, menjadi sosok yang terlihat sempurna di publik hingga sebuah kejadian menghancurkan hidupnya, Avesya dituduh telah membunuh ibu kandungnya sendiri.

Lalu belum lama ini terungkap fakta mengejutkan dengan bukti amat jelas, sang Tante lah dalang dibalik kematian ibu Avesya, Deisa Amatiwi Darwangsa. Bukan hanya itu yang Keir ketahui, dari apa yang dikatakan orangnya, ia menemukan fakta bahwa sifat gadis itu berubah selepas insiden koma sebab kepalanya terbentur hingga berdarah.

Keir tak tahu cerita lengkapnya, namun lelaki itu rasa mungkin saja ada hal lain yang membuat gadis itu hingga koma, atau bisa saja kepala gadis itu terbentur begitu keras.

Kemudian, katanya beberapa waktu lalu gadis itu mengunjungi mansion sang kakek dengan pakaian terbuka, memperlihatkan luka di sekujur tubuhnya, tubuh gadis itu penuh dengan memar yang jelas-jelas bekas penganiayaan.

Setelah itu fakta mulai terungkap, fakta bahwa gadis itu tak bersalah juga fakta-fakta lainnya. Bersikap seperti orang berbeda.

Keir juga mendapat berita, simpang-siur kabar bahwa gadis itu anak haram hingga sang Ayahnya sendiri membuktikan bahwa gadis itu adalah anak kandungnya.

Malam itu Keir mendesah lelah, membacanya saja kepala lelaki itu terasa sakit. Mengapa hidup Avesya begitu rumit?

Awalnya lelaki itu mempunyai harapan, harapan bahwa mungkin saja Geiry mengalami hal yang sama dengan dirinya. Namun harapan Keir pupus setelah mereka bertemu.

Geiry-nya tidak seperti itu.

Keir bingung, lebih tepatnya putus asa. Dia hanya melamun di kelas, pikirannya terus tertuju pada kejadian dirinya bertemu dengan Geiry.

Gadis itu jelas nampak kikuk dan canggung.

Tapi Geiry jelas-jelas memanggil namanya, kan?

Keir mendesah lelah. Ingin berharap lebih namun semua orang di dunia ini memanggilnya Keir, bukan Kevlar. Jika saja ... jika saja dirinya dipanggil Kevlar mungkin saja lelaki itu akan menemukan secercah harapan, sebab dulu hanya dua orang yang memanggilnya begitu, Alven dan Kaesha-nya.

Keir menangkap penghapus bor yang hampir mengenai wajahnya membuat orang-orang tanpa sadar terkesiap karena reflek lelaki itu. Dia memandang datar gurunya.

"Jangan melamun di pelajaran saya, Rakevlar."

Keir mengangguk, "maaf, Bu." Setelah sang guru kembali sibuk dia pun kembali tenggelam dalam lamunannya hingga seorang lelaki yang duduk di sebelahnya hanya menggelengkan kepala.

****

Saat Geiry sedang memakan rotinya, sekonyong-konyong pintu UKS terbuka dengan kasar. Arbass, Zemmy, beserta Abyan masuk ke sana dengan ekspresi khawatir.

"Esya, lo gakpapa, kan?" seru Zemmy lalu duduk di sebelah gadis itu, memeriksa dahi Geiry dengan punggung tangannya.

"Kenapa enggak bilang kalo sakit?" Arbass menghela nafas, bersedekap dada menatap gadis itu dengan raut kesal.

"Kakak udah bilang ke kamu, Esya, kalo sakit enggak usah sekolah." lanjut Arbass lagi.

Geiry mendengkus pelan, "enggak usah ngomel, berisik. Lo kek emak-emak."

Arbass berdecak pelan mendengarnya.

Sementara Abyan menyodorkan susu kotak. "Mau gak?" Lelaki itu terlihat bingung ingin melakukan apa, mau menunjukan perhatian tapi malu.

Akhirnya Abyan menyodorkan susu miliknya.

Geiry menggeleng pelan. "Enggak suka susu vanilla," jawab gadis itu. "Enggak enak."

Abyan menipiskan bibir, padahal itu susu kesukaannya.

"Enak, kok," kata Abyan. "Ayok cobain, enak, kok." lanjut lelaki itu terkesan memaksa atau hanya perasaan Geiry saja?

Dengan ogah-ogahan Geiry mengambil susu di tangan Abyan lalu menyedotnya, dia mengangguk-anggukkan kepala lalu menjejejalkan Zemmy dengan sedotan, tanpa kata menyuruh lelaki itu menyedot susunya.

"Enak dikit," ujar Geiry sementara Abyan hanya cemberut melihat Zemmy yang sedang menikmati susu itu, padahal itu adalah susu terakhir di kantin.

Arbass menggelengkan kepala melihatnya, dia mengerutkan dahi baru menyadari Zavaro berada di sana. Apalagi lelaki itu hanya diam saja menonton mereka tanpa berkata apa-apa.

"Kok lo bisa di sini?" tanya Arbass pada Zavaro, "kenapa bisa tau Esya lagi sakit?"

Zavaro memalingkan wajah, "gue yang nolongin Esya."

Arbass menaikan sebelah alisnya lalu mengangguk. "Oke, thanks."

Dia memeriksa HP-nya yang berdering lalu mengangkat sebuah panggilan telepon, Arbass berbincang sejenak lalu kembali menatap Geiry.

"Ayok pulang, kata Jeromi guru kamu ada rapat."

Geiry hanya menganggukkan kepala, terlalu lemas dan malas untuk banyak bersuara.

*****

Hari itu menjadi hari yang buruk bagi Geiry, Geiry kira harinya yang melelahkan akan terbayar oleh malam yang damai. Ia bisa tidur dengan tenang dan nyaman. Nyatanya hal itu sekarang menjadi angan-angan bagi Geiry saat Juan tiba-tiba datang ke Mansion Dino.

Dino, Juan, Geiry, pun Arbass dan Abyan sama-sama duduk di sofa. Suasana di antara mereka terasa dingin dan canggung seakan-akan itu bukanlah pertemuan antar keluarga.

Juan berdeham pelan, "pulang."

Dino menatap tajam pria itu. "Apa maksudmu?"

"Mereka anak-anak Juan, Pa. Juan mau mereka pulang,"

Dino tergelak kencang, "setelah menyakiti anak-anakmu sekarang kamu ingin mereka pulang, hah?"

"Jangan bercanda, kau saja yang pulang, cucu-cucuku akan tinggal di sini."

Juan mendesis kesal. "Pa!"

"Mereka harus pulang ke rumah!"

"Arbass enggak mau," Arbass mengangkat suara, menggelengkan kepalanya pada Juan. "Arbass mau tinggal di sini sama Esya, Pa."

Juan mendelik, menatap Arbass tajam lalu menjatuhkan pandangan pada Geiry yang juga menatapnya, gadis itu menatapnya dengan datar, dapat Juan lihat wajah gadis itu sedikit pucat. Tampaknya putrinya itu sedang sakit, dia berdeham pelan.

"Kamu juga pulang, Avesya."

Geiry tersenyum miring, dia tekekeh pelan. "Saya enggak bisa tinggal di rumah orang lain, Om," Perkataan gadis itu membuat Juan menelan ludah.

"Avesya," panggil Juan pelan, mengenyampingkan egonya dia berujar. "Papa minta maaf sama kamu, sekarang ayok kita pulang,"

Geiry malah terbahak-bahak mendengarnya, gadis itu meremas rambutnya. Dia menatap Juan tajam. "Jangan mimpi," ketus gadis itu.

"Sekarang baru minta maaf?"

"Yang anda lakuin semua ini enggak cukup dibayar maaf, luka dibayar maaf itu enggak adil, bukan cuma fisik dan hati saya, Anda juga ngelukain mental saya."

"Mendingan Anda yang pergi, saya lebih baik jadi anak yatim daripada punya Ayah seperti Anda. Saya capek, enggak mau diganggu, Om bisa lihat sendiri saya lagi sakit," Geiry menyatukan kedua tangannya, memberi gestur memohon pada Juan meski raut wajah gadis itu menunjukan sebaliknya. Dia menatap Juan dengan raut wajah penuh kebencian.

"Saya mohon sama Om, jangan ganggu hidup saya, bagi saya Om bukan seorang Ayah, saya anak yatim piatu."






TBC


Penphillizzylla 12 November 2023.

Chapter selanjutnya bakalan diupload di karyakarsa ❤️

THAT GIRL'S NOT ME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang